Close
Close

PEMIMPIN " LUPA DARATAN "

(Sebuah catatan menuju Pilkada Bur-Sel)
Oleh: Rahmat Souwakil
Pemuda Lumoy, Sedang Belajar di Ternate
****** 
“Hati-hatilah, karena banyak perbuatan jahat
dapat berasal dari permulaan yang baik”
(Cesar Augustus)
 ******
Rahmat Souwakil
M a n u s i a selain sebagai makhluk individu juga makhluk sosial. Status sebagai makhluk individu dan sosial merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepas-pisahkan, dengan kata lain manusia saling bergantung satu dengan yang lain. Meminjam bahasanya Newton “ Jika aku bisa melihat lebih jauh, itu karena aku berdiri di pundak para raksasa”. Namun dalam kenyataannya manusia terkadang lupa pada pundak-pundak yang telah menopangnya untuk bisa melihat lebih jauh dan tinggi. Ketika manusia sudah melihat dengan jelas maka manusia kadang tidak menghiraukan jeritan orang-orang yang pundaknya diinjak. Analogi “menginjak pundak” digunakan untuk mengambarkan realitas berpolitikan republic (baca: bursel)  yang dipraktekan para sebagian pemimpin dewasa ini. Pemimpin yang dipilih rakyat  sering dan bahkan  melupakan rakyat bila telah menikmati kekuasaan. Para pemimpin di republik ini  baik itu politisi, Bupati, Wakil Bupati dan seterusnya sebagian besar “bermuka dua”, jika datangnya moment politik, mereka pandai menggombal rakyat.
Sebelum memperoleh “kursi kekuasaan” atau  ketika ingin merebut kekuasaan pada hajatan politik, para calon pemimpin memaknai kekuasaan sebagai amanah yang harus dijaga dan harus dipenuhi ketika memperoleh kuasa, atau lebih luas lagi mereka memaknai kekuasaan seperti yang dimaknai Victor Frankl bahwa; “setiap orang sesungguhnya mengejar agar hidupnya bermakna. Berbagai perjuangan dan penderitaan yang terjadi diharapkan membuat diri seseorang bermakna bagi orang-orang terdekat yang dicintainya. Siapa pun tidak ingin hidupnya sia-sia dan jerih payahnya tidak bermakna”. Dengan argumentasi dapat memberi makna atau membuat rakyat sejahtera yang membuat rakyat jatuh hati atau menjatuhkan pilihan pada mereka (baca: pemimpin) kerena pada hakikatnya manusia tidak mau hidup menderita.
Setelah beberapa hari dilantik dan memperoleh kekuasaan rakyat dibuat bahagia dengan bantuan yang diberikan, namun jangan harap bantuan ini datang terus-menerus, bantuan akan segera mengalami kemacetan untuk jangka waktu lama. Karena logika kekuasaan untuk memberi makna pada rakyat sudah direduksi menjadi kekuasaan sebagai penumpukan kapital. Seperti yang dikatakan Karl Marx, “apa pun kemasan dan retorika yang dibangun, ujung dari semua pergulatan politik adalah untuk meraih keuntungan ekonomi. Status dan agenda ekonomi seseorang akan menentukan perilaku dan manuver politiknya”. Pada posisi inilah para pemimpin yang dipilih rakyat bermetamorfosis menjadi penguasa. Mereka (baca: pemimpin) telah mengalamai kelupaan, dalam bahasa sehari-hari disebut “Lupa Daratan”. Mereka lupa darimana mereka berasal.  
“Lupa Daratan” dewasa ini bisa dijadikan sebagai  sendiran politik untuk pemimpin yang telah melantarkan rakyat yang telah memberi amanat padanya. Fenomena pemimpin yang “Lupa Daratan” ditemukan  dimana-mana,baik ditingkat pusat dan daerah. Walaupun gejala “Lupa Daratan” ditemukan dimana-mana namun tetap saja tidak membuat rakyat ‘’kapok’’ untuk berhenti  memilih pemimpin yang lupa akan rakyat, sebaliknya rakyat semakin mendekati pemimpin yang telah mencampakannya. Hal ini seakan telah membentuk banalitas yang sulit untuk dihilangkan, itu artinya bahwa setiap kali melakukan hajatan politik untuk memilih pemimpin maka kita akan terus dan terus memilih pemimpin yang hanya melayani hasrat pribadi.
Kepongahan Pemimpin
Coba sejenak merefresh ingatan pada masa-masa sebelum dilakukan hajatan politik untuk memilih pemimpin baik itu dimoment Pilkada, Pileg, Pilpres dan Pilkades, dimana hasil hajatan politik itu telah menghasilan pemimpin yang sekarang menindas kita baik secara terang-terangan maupun terselubung, tepatnya pada masa (sebelum) kampanye, maka kita akan menemukan sejuta janji manis. Mereka yang kini menjadi politisi, Bupati, Wakil Bupati, Gebernur, Wakil Gubernur dan jabatan lainya yang dipilih secara langsung oleh rakyat ketika datang ke rakyat  seperti budak yang meminta-minta suara dari rakyat (baca:majikan) untuk dimerdekakan atau bisa melangsungkan hidup. Para pemimpin kita seperti yang disebutkan di atas adalah para budak yang pongah. Karena ketika memperoleh kuasa langsung melupakan rakyat. Janji mensejahterakan rakyat, bebas dari korupsi hanya berhenti atau hanya menjadi pemanis kampanye. Karena sebagian pemimpin yang dipilih yang konon katanya akan memberantas korupsi, malah harus mendekap dibalik jeruji besi sebagai koruptor.
 Sudah seharusnya nasehat yang disampaikan Cesar Augustus di atas menjadi catatan untuk rakyat agar tidak “panik” memilih  pemimpin masa depan dengan melihat kebaikan yang diperlihat ketika kampanye, karena bisa jadi kebaikan yang ditebarkan ternyata racun yang bisa membunuh dan juga sebaliknya, diposisi inilah rakyat sebagai pemagan kedaulatan tertinggi di negara demokrasi pintar-pintar memilih pemimpin. Jika  (calon) pemimpin cerdik menipu rakyat maka sebagai pemegan kedaulatan rakyat atau majikan di negara demokrasi rakyat harus bisa menjatuhkan hukuman pada pemimpin yang suka menipu dengan cara jangan memilihnya untuk menjadi pemimpin.
Kalaupun pemimpin yang tadinya “babu” namun kini telah menjadi majikan yang serakah sudah terlanjut dipilih karena kehilafan atau ketidakmampuan menahan godaan uang yang diberikan untuk memilih pemimpin yang berbeda dengan hati nurani, maka rakyat tidak boleh lagi memilih mereka untuk kedua kalinya dengan kata lain katakan tidak untuk pemimpin yang munafik, pemimpin yang cuma mencuri uang negara untuk kepentingan diri sendiri. Sebaik apapun sistem (baca:aturan) yang dibuat untuk mencapai kesejahteraan tidak pernah nyata bila kita dipimpin oleh pemimpin yang serakah. Mengakhiri tulisan ini, ingin saya katakan bahwa tulisan ditulis untuk mereka pemimpin yang telah terpenjarah dengan keserakahan, dan untuk pemimpin yang sampai saat ini belum bisa melunasi janjinya untuk membawa rakyat mendekati pelabuhan kesejahteraan. Selamat memilih rakyat Bursel. (*)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post