Close
Close

Dana Solid 130 Kelompok Pertanian di Bursel Disunat Ratusan Juta

Namrole, SBS.
Diduga, sejumlah oknum di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Buru Selatan (Bursel) telah terlibat aksi penyunatan dana SOLID ratusan juta rupiah dari 130 kelompok pertanian di Kabupaten Bursel.
Oknum-oknum yang diduga terlibat tersebut antara lain Kepala Bidang Ketahanan Pangan yang juga koordinator SOLID Kabupaten Bursel Abubakar Mayor, Asisten Monitoring dan Evaluasi Sukri Saha dan Asisten Gender Eny Latuwael.
Ketiga oknum ini diduga telah memperkaya diri secara bersama-sama dengan mengharuskan semua kelompok untuk menyetor dana sebesar Rp. 5.400.000 per kelompok pasca mencairkan anggaran bantuan bagi 130 kelompok pertanian yang tersebar pada tiga Kecamatan di wilayah Kabupaten Bursel.
“Kelompok kami telah mencairkan anggaran bantuan bagi kelompok pertanian sebesar Rp. 27 juta per kelompok. Tetapi, setelah dicairkan pada pertengahan bulan Februari 2016 ini, kami pun diwajibkan untuk menyetor dana sebesar Rp. 5.400.000 per kelompok,” kata salah satu Ketua Kelompok Pertanian di Namrole yang enggan namanya dikorankan kepada Suara Buru Selatan, Kamis (18/2).
Menurut sumber ini, uang-uang tersebut disetorkan langsung kepada Latuwael di rumahnya berdasarka permintaan Latuwael dan Saha yang diduga dilakukan ats perintah Mayor.
“Kami setorkan di rumah sesuai permintaan mereka. Katanya, jangan di kantor, sebab nanti ada banyak urusan administrasi yang harus diurus sehingga kami antar langsung di rumah mereka di Desa Waenono,” terangnya.
Dikatakannya lagi, bahwa alasan dari pihak Latuwael dan Saha, pemotongan tersebut untuk biaya administrasi sebesar Rp. 500.000 dan biaya pembelian obat atau pupuk tablet di Jakarta sebesar Rp. 4.900.000.
“Ada yang ganjal dengan pemotongan ini, sebab lebih besar dari Tahun lalu yang hanya dikenakan Rp. 1 juta per kelompok untuk biaya administrasi. Itu pun berdasarkan kerelahan kami untuk memberi,” terangnya.
Di tempat yang sama, salah satu ketua kelompok pertanian lainnya pun mengaku bahwa pemotongan tersebut pun berlaku sama terhadap pihaknya, bahkan diduga kuat berlaku terhadap 130 kelompok pada 13 Desa di Kecamatan Namrole, Leksula dan Kecamatan Waesama.
“Bukan hanya kami di Namrole saja yang dikenakan pemotongan, tetapi rekan-rekan kelompok lain di Waesama dan Leksula yang datang mencairkan uang tersebut di Bank pun mengaku bahwa mereka juga menyetor jumlah yang sama,” paparnya.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa kelompok pertanian yang mendapatkan dana bantuan kelompok pertanian itu tersebar pada 13 Desa, baik di Kecamatan Namrole yang terdiri dari Desa Labuang, Desa Namrinat, Desa Oki Lama, Desa Oki Baru dan Desa Leku. Sedangkan di Kecamatan Leksula yang tersebar di Desa Leksula, Desa Ewiri dan Desa Waeturen. Sedangkan sisanya itu di Kecamatan Waesama.
“Saya lupa nama-nama Desa di Kecamatan Waesama. Tapi terbanyak itu di Kecamatan Waesama. Dimana, pada setiap desa itu ada 10 kelompok sehingga kalau 13 desa, berarti ada 130 desa,” terangnya.
Lanjutnya lagi, jika oknum-oknum ini telah memberlakukan pemotongan dengan nilai yang sama pada semua kelompok, maka dipastikan mereka telah meraup keuntungan untuk memperkaya diri dengan dana sebesar Rp. 702 juta. Sebab, pada setiap desa, diduga oknum-oknum ini telah melakukan pemotongan sebesar Rp. 54 juta.
“Ya kita bisa jumlahkan saja, kalau 1 kelompok dikenakan pemotongan sebesar Rp. 5.400.000, maka 1 desa telah dikenakan pemotongan sebesar Rp. 54 juta dan 130 Desa telah dikenakan pemotongan sebesar Rp. 702 juta. Wah, sungguh nilai yang fantastis jika dibagi untuk tiga orang untuk memperkaya diri mereka. Sebab, kami yakin bahwa pemotongan ini bukan atas inisiatif Latuwael dan Saha saja, tetapi pastinya ada arahan langsung dari Pak Mayor,” ujarnya.
Terkait itu, kelompok-kelompok pertanian ini pun meminta agar pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan pihak Polda Maluku segera mengusut kasus ini.
“Praktek-praktek korupsi seperti ini harusnya tak dibiarkan bertumbuh subur di Kabupaten Bursel dan dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum, baik itu Kejati Maluku maupun Polda Maluku. Kami minta agar kasus ini segera diusut tuntas,” pinta mereka.
Sementara itu, di tempat berbeda, salah satu staf Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Bursel yang enggan namanya dikorankan kepada Suara Buru Selatan, Kamis (18/2) pun mengaku turut kaget dengan aksi liar sejumlah oknum di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Bursel itu.
“Wah, ada yang aneh jika telah terjadi pemotongan sebesar Rp. 5.400.000 per kelompok. Sebab sangat tidak wajar jika ada pemotongan sebesar itu,” kata staf tersebut.
Lebih lanjut, katanya lagi, jika pemotongan tersebut dilakukan dengan alasan administrasi dan untuk membeli obat tablet.
“Kalau untuk biaya administrasi itu mungkin bisa dimaklumi dan atas kerelahaan tiap-tiap kelompo saja. Tetapi, kalau untuk membeli obat atau pupuk dalam bentuk tablet di Jakarta, ini yang tidak wajar,” tandasnya.
Apalagi, pihak SOLID yang biasanya menangani obat atau pupuk tablet tersebut adalah Asisten Pertanian Berty Kailuhu.
“Biasanya yang tangani obat atau pupuk tablet itu adalah Pak Berty Kailuhu. Tetapi, kalau ada pemotongan seperti ini dan beliau dengar, pasti beliau akan marah besar,” katanya.
Olehnya itu, staf ini pun mendukung adanya permintaan dari pihk kelompok pertanian agar kasus ini dapat segera diusut oleh pihak penegak hukum.
“Ya memang sudaah sepantasnya kejaksaan dan kepolisian mengusut kasus ini. Sebab, nilai pungutan liar atau pungli ini cukup fantastis,” paparnya.

Sementara itu, Suara Buru Selatan yang mencoba menkonfirmasi hal itu kepada Mayor, Latuwael, Saha dan Kailuhu di Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Bursel, Kamis (18/2) siang, ternyata tidak masuk kantor. Bahkan, kantor tersebut pun telah tutup, lantaran para pegawainya telah pulang sebelum waktunya pulang. (SBS-01)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post