Close
Close

Werinussa Tabiskan Gedung Gereja Wae Fuhan Prangit Jemaat GPM Labuang


Namrole, SBS.
Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Pendeta AJ Wernussa, Minggu (3/4) melakukan pentabisan terhadap Gedung Gereja Wae Fuhan Prangit (Mata Air Penyeru) Jemaat GPM Labuang, Klasis Buru Selatan (Bursel).
Pantauan Suara Buru Selatan, rangkaian acara pentabisan gedung gereja yang dibangun selama 12 Tahun itu dimulai dengan doa syukur yang dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Jemaat GPM Labuang Pendeta HR Lessil di Gedung Gereja Mata Air Penyeru alternatif yang terletak berhadapan dengan gedung gereja yang ditabiskan.
Prosesi itu dilanjutkan dengan arak-arakan yang dilakukan oleh Pendeta HR Lessil dengan didampingi belasan majelis jemaat GPM Labuang serta puluhan pendeta di Klasis Bursel keluar dari gedung gereja alternatif menuju perempatan Bank Maluku Cabang Namrole dan selanjutnya menuju pertigaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bursel serta kembali lagi ke depan Gedung Gereja yang akan ditabiskan dengan membawa alkitab dan alat-alat sakramen gereja.
Kemudian, dilanjutkan dengan penanda tanganan prasasti gedung gereja yang dilakukan oleh Ketua Panitia Pembangunan Yeri Lesnussa, Ketua MPH Sinode Pendeta AJ Werinussa serta Wakil Bupati Bursel Buce Ayub Seleky.
Berikutnya, dilakukan pengguntingan pita pintu pagar oleh istri Wakil Bupati Bursel Erni Seleky serta penyerahan kunci gedung gereja dari Ketua Panitia Pembangunan Yeri Lesnussa kepada Ketua MPH Sinode Pendeta AJ Werinussa yang kemudian melakukan pembukaan pintu gedung gereja tersebut.
Selanjutnya, Werinussa yang didampingi oleh para pendeta maupun majelis jemaat kemudian melakukan pentabisan atas gedung gereja tersebut dan dilanjutkan dengan proses ibadah yang dipimpin langsung oleh Wakil Sekretaris Umum MPH Sinode GPM Pendeta A Soukotta.
Ketua MPH Sinode GPM, Pendeta AJ Werinussa dalam arahannya diselah-selah acara pentabisan gedung gereja itu menjelaskan, gereja yang ditabiskan itu awalnya masih menggunakan nama Mata Air Penyeru, namun kemudian diganti dengan nama dalam bahasa Buru yakni Wae Fuhan Prangit.
“Kemarin, setelah saya dan kawan-kawan tiba disini dan membaca nama gedung gereja ini Mata Air Penyeru. Saya merasa sakit, sebab saya bertanya kepada Bapak Ketua Klasis dan Ibu Pendeta, kenapa kita tidak menggunakan bahasa Buru untuk memberi nama kepada gereja ini dan mereka katakan, bisa Pak. Karena itu saya tugaskan tolong cari orang tua-tua dan Mata Air Penyeru ini diterjemahkan dalam bahasa Buru, nama itu yang kita pakai,” kata Werinussa.
Artinya, Kita harus betul-betul menunjukan identitas budaya kita. Sebab,  Werinussa berkeyakinan sekali bahwa Pulau Buru ini mengizinkan kita untuk menggunakan nama Wae Fuhan Prangit untuk nama gereja ini.
“Selain itu, nantinya kalau ada gedung-gedung gereja baru yang mau ditabiskan, cari sekali nama dalam bahasa Buru. Bagi GPM, ini adalah bagian dari proses aktualisasi teologi. Sebab, pembumian teologi itu sangat penting,” ujarnya.
Menurut Werinussa, bagi GPM, budaya dan adat istiadat adalah cermin dari suasana batin. Karena, kalau kita memuliakan Tuhan dengan cara seperti ini, maka kita betul-betul menjadi orang percaya yang berkenaan kepada Tuhan.
“Karena itu, jemaat GPM Labuang adalah betul-betul jemaat yang untuk pertama kali kami mencanangkan pemberian nama gereja dalam bahasa asli atau bahasa pribumi,” ucapnya.
Lebih lanjut Werinussa mengatakan, gedung gereja yang dibangun dengan emas dan megah sekali pun akan menjadi sia-sia jika tak dimanfaatkan secara baik sebagai tempat bersekutu, bersaksi dan melayani demi dan untuk kemuliaan nama Tuhan.
“Satu gereja atau bangunan apa pun yang terbuat dari emas sekalipun, tetapi kalau tidak diikuti dengan suasana manusia yang memuliakan Tuhan, gedung itu tidak berarti. Ingat gereja ini kami tabiskan dan titipkan, karena itu layanilah warga jemaat ini dengan baik,” tuturnya.
Selain itu, Werinussa turut menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung serta membantu hingga selesainya proses pembangunan gedung gereja itu.
“Sebagai MPH Sinode kami memberi apresiasi bagi jemaat GPM Labuang, Pemerintah Kabupaten Bursel, seluruh umat beragama, baik Muslim, Hindu, Budha dan basudara Khatolik yang telah memberikan dukungan. Sebab, tanpa dukungan berbagai pihak, maka tidak mungkin pembangunan gedung gereja ini bisa berjalan dengan baik. Karena itu kami memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya selaku GPM atas situasi sosial yang membuat proses pembangunan gedung gereja ini bisa diselesaikan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Kabupaten Bursel Buce Ayub Seleky dalam sambutannya pada kesempatan itu mengatakan pentabisan Gedung Gereja Mata Air Penyeru yang oleh Ketua MPH Sinode telah berganti nama menjadi Wae Fuhan Prangit sesuai bahasa Buru telah menginspirasi pemerintah daerah untuk kembali melihat identitas orang Buru dan pendekatan kearifan lokal.
“Terkait itu, saya menyambut gembira pelaksanaan peresmian Gedung Gereja Mata Air Penyeru yang telah berganti nama menjadi Wae Fuhan Prangit ini, karena dinilai merupakan suatu tanggung jawab mulia dan wujud nyata komitmen bersama seluruh warga jemaat GPM Labuang dalam membangun sarana peribadatan untuk membina mental jemaat kearah yang positif,” katanya.
Menurutnya, sebagaimana kita ketahui bersama, pembangunan sebuah gedung gereja yang representatif seperti yang kita saksikan disaat ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak muda. Tentu dalam proses pembangunan gedung gereja ini, banyak tantangan dan hambatan sili berganti mewarnai proses pembangunan, tetapi tidak ada yang mustahil jika semua pekerjaan itu dilandasi dalam semangat kasih Tuhan.
Karena itu, persekutuan jemaat yang dibangun lewat kemegahan gereja ini hendaknya terus menjadi kesaksian hidup bahwa iman jemaat akan bertumbuh seiring dengan pewartaan misi Tuhan di tengah-tengah dunia.
Fenomena seperti ini mesti menjadi motivasi dan landasan yang kuat dalam proses pembinaan jemaat menuju kemandirian jemaat yang berpotensi memiliki aktualisasi diri.
“Sebab terkadang ada kecenderungan bahwa membangun sebuah gedung gereja harus mega dan indah, tetapi apa gunanya semua itu kalau iman jemaat tidaklah dibangun dan apa artinya kemegahan itu juga kalau saja masih ada keterburukan nila kristiani dalam jemaat. Oleh sebab itu, kemegahan gedung gereja ini harus semegah hati dan jiwa umatnya,” ujarnya.
Atas dasar itulah, lanjut Seleky, jadikanlah sarana peribadatan demi pengembangan iman kristiani yang diyakini sehingga pada gilirannya jemaat senantiasa diberi kedamaian dan kasih.
“Oleh karena itu, kasih yang diwujud nyatakan bukan saja dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat, tetapi juga dalam konteks berbangsa dan bernegara,” ajaknya.
Dimana, katanya, sebagai jemaat yang berada di tengah Kota Kabupaten Bursel, jemaat GPM Labuang diikuti oleh perkembangan dan dinamika perkotaan yang terus bertumbuh secara cepat, disinilah kiranya kita memberi fokus pembinaan umat sehingga pada gilirannya umat Tuhan dalam jemaat bisa menjadi agen pembaharu dan agen transformasi yang diunggulkan, bukan saja dalam rangka menopang tugas-tugas gereja, tetapi juga menopang tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di Bumi Fuka Bipolo yang kita cintai ini.
“Saya memahami beratnya pengorbanan umat Tuhan dalam jemaat GPM Labuang yang telah berupaya membangun gedung gereja ini sejak Tahun 2004 dan baru diselesaikan Tahun 2016 merupakan rentang waktu yang cukup lama. Ini berarti pembangunan gedung gereja dikerjakan selama kurang lebih 12 Tahun, tentu banyak tantangan dan hambatan silih berganti mewarnai proses pembangunannya, namun tidak ada yang mustahil jika semua pekerjaan itu dilandasi dengan iman yang teguh,” tuturnya.
Tambahnya, kekuatan iman ini harus ditindaklanjuti dengan perbuatan nyata sebagaimana ada tertulis dalam dalam injil ‘Bangkitlah menjadi teranglah sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit  atas mu’ (Yesaya 60:1).
“Kemuliaan Tuhan akan terbit atas kita ketika membangun rumah Tuhan. Tuhan akan hadir ketika umatnya memuji dan menyembah Tuhan. Tuhan juga hadir ketika ada dua atau tiga orang berkumpul mencari Tuhan,” cetusnya.
Sebagai pemerintah daerah, Seleky mengaku sangat mengapresiasi kemajuan berbasis keagamaan ini. Hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama bahwa sesungguhnya gereja bukan hanya sekedar tempat melaksanakan ibadah semata, akan tetapi lebih dari pada itu gereja memiliki fungsi yang lebih universal, karena dari gereja hendaknya terpancar seruan, ajakan, nasehat dan bijaksana kepada umat.
“Saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ketua Majelis Jemaat, perangkat pelayan, panitia dan semua warga jemaat serta seluruh pihak yang telah membantu dalam pembangunan gedung gereja Wae Fuhan Prangit hingga terselesainya rumah Tuhan ini. Sebagai umat yang percaya kita punya keyakinan bahwa lewat usaha dan upaya saudara-saudara jemaat, pasti ada sumber berkat yang terpancar bagi kehidupan jemaat GPM Labuang,” tuturnya.

Untuk diketahui, pentabisan gedung gereja itu pun turut dihadiri oleh Sekda Kabupaten Bursel Mahmud Souwakil, Ketua Panitia Pengresmian yang juga Asisten I Setda Kabupaten Bursel Bernadus Waemesse, anggota DPRD Kabupaten Bursel, pimpinan SKPD lingkup Pemkab Kabupaten Bursel, TNI/Polri, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh Pemuda. (SBS-02) 

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post