Bupati dan Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Buru Selatan (Bursel) Tagop Sudarsono Soulissa dan Ayub ‘Buce’ Seleky (TOP-BU), menepis isu ‘Baronda’ (bepergian-red) yang kerap dilakukan keduanya di era pemerintahan periode 2011-2016
“Saya dan Pak Buce ini sering dikatakan berangkat dan segala macam. Padahal, apa yang kita lakukan itu semua bagian dari melobi anggaran. Dengan kondisi aktual nasional demikian, tak memungkinkan lagi sebagai pemimpin di daerah hanya tinggal dan berdiam di daerah saja. Sebab, kalau kita hanya berdiam diri di daerah, maka daerah tidak dikenal dan kita akan menerima dana pembangunan apa adanya,” kata Bupati diselah-selah pertemuan terbuka dengan ratusan PNS lingkup Pemkab Bursel yang berlangsung di Ruang Aula Kantor Bupati Bursel belum lama ini.
Kondisi ini semakin diperparah, bila pimpinan daerah hanya mampu berdiam dan tinggal di daerah, sementara semua daerah di Indonesia saling berebutan kue (anggaran-red) yang ada di Jakarta. Kue tersebut berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“DAK itu sudah dibagi banyak macam, seperti DAK usulan daerah, DAK ITD, DAK afirmasi. Bayangkan dengan banyak macam DAK itu yang turun alias kita dapat itu hanya DAK dan DAU reguler. Sekarang banyak dana yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat (Pempus) kalau kita tidak mengejar dia, maka kita hanya menerima yang diberikan oleh Pempus sesuai porsi yang ada dan ini bisa jadi Bursel mati suri,” tutur Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bursel ini.
Menurut orang nomor satu di Fuka Bipolo ini, lima tahun pembangunan yang berjalan selama ini 50 persen dana itu sebagian besar diperoleh dari lobi yang dilakukan pihaknya di Jakarta, yang di gosipkan pergi ronda-ronda. Padahal, lebih dari 50 persen dana itu bersumber dari bantuan Pempus.
“Contohnya, seluruh DAK infrastruktur pembangunan di Bursel, kalau hanya menggunakan DAU maka tidak mampu untuk bangun jalan-jalan. Tapi buktinya pembangunan jalan di Bursel seluruhnya berhasil. Hal ini tentunya menggunakan dana Pempus yang diperoleh dari hasil komunikasi kami dengan Pempus. Maka itu, saudara-saudara sebagai PNS harusnya menjadi filter, yang dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa Bupati kita berangkat karena apa,” tuturnya.
Sebab, lanjutnya, Pempus tidak mau hanya bertemu dengan Kepala Bappeda, Kepala Dinas (Kadis) tetapi mereka mau bertemu dengan pengambil kebijakan di daerah yaitu, Bupati atau Wakil Bupati. Tanpa ada komitmen yang harus dibangun Pemkab Bursel dengan Pempus, maka pembangunan tidak dapat berjalan maksimal.
“Hal ini terbukti, bahwa tahun ini Bursel mendapat anggaran DAK terbesar di Maluku, antara nomor satu dan nomor dua dengan Kabupaten Maluku Tenggara (Malra). Kabupaten lain lewat, apalagi Kabupaten Buru, DAK kita lewat jauh. Sebab, tiap tahun Kabupaten Bursel itu tak pernah terlewatkan untuk mendapatkan anggaran tambahan. Hal tersebut dapat dirasakan langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yaitu Kepala Dinas (Kadis) di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemkab Bursel,” ujar Suami Safitri Malik.
Tagop menyebut, tugas Dia bersama Wakil Bupati adalah mendatangkan investasi untuk Kabupaten yang telah delapan tahun dimekarkan ini. Sedangkan, tugas pimpinan SKPD adalah mempergunakan dengan baik, terutama di SKPD yang mendapatkan dana-dana bantuan itu.
”Jadi pimpinan SKPD kalau sudah mendapat dana itu, tinggal bagaimana tugas dan tanggungjawab itu dibagi ratakan dengan pegawainya,” kata pria yang mengaku lahir dengan nama Tanah Goyang Perkasa (TOP) ini. (SBS-03)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!