Namlea - Sejumlah karyawan tidak tetap di PT Mutu Utama
Konstruksi (PT MUK), mengadu ke DPRD Buru. Ada yang mengaku hanya diberi
Tunjangan Hari Raya (THR) Rp. 150.000.
Pantauan Siwalima, karyawan PT MUK
mendatangi DPRD Buru , Kamis siang (30/6)., Mereka diterima di ruang kerja
Wakil Ketua dewan, Djalil Mukadar.
Setelah mendengar keluh kesah dari para karyawan,
pimpinan DPRD memutuskan memanggil Kadis Nakertans Buru, Ridwan Tukuboya dan
staf. Sementara dari manajemen PT MUK diwakili Kepala Personalia, Zulkifli
Soamole.
Hadir dalam pertemuan itu, Ketua Komisi C, Djunaidi
Rupilu, Sekertaris Komisi C, Jaidun Saanun, serta anggota komisi C, Jafar
Nurlatu.
Dengan bijaksana, Wakil Ketua DPRD yang memimpin
langsung jalannya pertemuan itu, memberikan kesempatan kepada semua orang
berbicara. Walau terkesan suasana tegang antara karyawan dengan kepala
personalia, tapi pertemuan yang berlangsung hampir dua jam itu berkesudahan
manis.
Dua karyawan yang paling banyak buka suara, mengaku
masa kerja mereka rata-rata di atas tiga tahun. Bahkan ada yang sudah bekerja
dari tahun 2010 lalu.
Walau sudah bekerja sekian lama, mereka tak pernah
diikat dengan kesepakatan kerja tertulis. Setelah perusahan mulai goyah akibat
order berkurang di tahun 2015 lalu, baru mereka ramai-ramai didatangi kepala
personalia Zulkufli Soamole saat sedang bekerja di proyek jalan Bandara
Namniwel.
Zulkifli memaksa mereka meneken kesepakatan kerja yang
mereka sendiri tidak tahu apa isi kesepakatan tersebut. Kemudian baru mereka
sadari di tahun 2016, kalau surat yang diteken itu menjadikan mereka hanya
karyawan tidak tetap selama setahun. Kemudian Zulkifli menyuruh lagi mereka
meneken surat untuk masa kerja outsorsium perpanjangan tiga bulan dan berakhir
tanggal 9 Juli nanti.
Lebih mengelitik lagi, saat ramai-ramai mengaku hanya
diberi upah Rp.1,9 juta lebih per bulan selama bertahun-tahun bekerja di
perusahan tersebut. Tak pernah ada perobahan upah pokok, tunjangan tetap
maupun tunjangan tidak tetap. Mereka hanya dapat upah lebih dari premi-premi
saat kegiatan lembur.
Yang lebih mengherankan lagi, saat terima upah bulan
Juni , para karyawan ini mengaku, hanya mendapat kelebihan bayar rata-rata Rp
150 ribu. Mereka menyebut itu THR dari pihak perusahan yang tidak setara
sebulan gaji.
Zulkifli dari PT MUK saat diberikan kesempatan, banyak
berbicara dan membantah mendikte karyawan untuk tandatangani kesepakatan kerja
outsorsium. Ia sempat menggertak akan mengadukan karyawan ke polisi bila
memfitnah perusahan.
Namun karyawan tak takut dengan ancaman itu, dan terus
bernyanyi kepada para wakil rakyat dan didengar langsung Kadis Nakertrans Buru,
Ridwan Tukuboya dan stafnya.
Wakil Ketua DPRD Djalil Mukadar dalam kesempatan itu,
menampung infomasi dari semua arah, dari karyawan, dari manajemen perusahan
maupun Dinas Nakertrans dan juga dari Komisi C.
Kadis Nakertrans dalam kesempatan itu mengaku, sudah
mendengar adanya polemik pemecatan tanpa pesangon, juga dirumahkan karyawan di
tiga perusahan milik Alen Waplau, PT MUK, PT Lintas Katulistiwa dan PT Lintas
Escalator.
Ia sudah bersikap tanggap dengan menugaskan petugas
pengawas langsung menyelidik ke perusahan tersebut, dan dari bahawahnnya sudah
melaporkan secara tertulis tujuh butir masalah yang ditemui.
Sedangkan Kepi, pengawas dari Kantor Nakertrans Buru
dalam pertemuan itu, mengaku ia baru sebatas mengumpulkan informasi dan
konsultasi ke manajemen PT MUK.
Walau demikian, mereka sudah menemukan keganjilan ,
baik itu dalam hal perjanjian kerja maupun sistim pengupahan.
Menurut Kepi, sistim outsorsium sesuai amanat UU,
lazim berlaku minimal dua tahun dan diperpanjang lagi setahun. Ini sangat
bertolak belakang dengan yang dilakukan di PT MUK dan kelompok bisnisnya.
Diakhir pertemuan itu, Jalil Mukadar dan anggota
Komisi C sepakat menyerahkan semua masalah itu ditangani Kantor Dinas
Nakertrans Buru sampai selesai. Ia menekankan pentingnya dilihat dari aspek
kemanusiaan, sehingga hak-hak karyawan bisa dapat diselesaikan. (Siwa5)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!