Manejer
Operasi PT BPS Bambang Riyadi mengungkapkan adanya dugaan praktek penambangan
liar menggunakan domping yang secara diam-diam beroperasi di Gunung Botak.
Dugaan penambangan liar yang dilontarkan Manejer Operasi PT BPS Bambang Riyadi
ini juga dibenarkan beberapa warga yang bermukim di sekitar lokasi tambang
gunung botak saat ditanya wartawan koran ini, Senin(29/8).
"Beta pernah masukan karyawan ke gunung botak untuk domping dengan seizin
aparat keamanan. Tapi baru dua hari sudah disisir, katanya atas perintah Pak Dandim.
Tapi kini penambang dari luar yang diam-diam melakukan operasi domping di sana
sedangkan kami anak-anak daerah tak bisa masuk. Sekali masuk katanya bayar
Rp.10 juta kepada oknum,' beber Emi W kemarin.
Sementara itu Agil Wamese dihubungi terpisah mengaku kaget kalau diam-diam ada
pengusaha dari luar yang mengoperasikan domping di sana. Ia tidak tahu persis
situasi seperti apa terakhir di dalam lembah dan bukit gunung botak karena
aparat melarang mereka untuk mendekat.
"Kami warga adat hanya minta lokasi tambang segera dibuka bagi rakyat. Berapa
bulan ini kami kehilangan mata pencaharian akibat tambang ditutup paksa dan
diambil alih oleh PT BPS. Kini ditambah lagi dengan PT CCP yang ikut mengeruk
pasir emas di Anahoni, lalu mempekerjakan warga adat tetapi beberapa bulan ini
gaji mereka belum dibayar,' kata Agil.
Penambangan ilegal di gunung botak yang dilakukan secara diam-diam itu
dibongkar oleh Manejer Operasi PT BPS, Bambang Riyadi, kepada wartawan dan
disaksikan warga Kayeli Sabtu lalu (27/8).
Bambang terlihat kesal, saat ditanya kenapa perusahannya hanya fokus di sungai
Anahoni. Padahal mereka juga punya kewajiban untuk mengeruk dan menata
lingkungan di Sungai Wapsalit dan Sungai Gogorea.
Tanpa diduga-duga, ia menyemprot wartawan kalau kenapa hanya PT BPS yang diungkit-ungkit.Sedangkan
aktifitas tambang ilegal yang dibeking oknum aparat keamanan tidak disinggung.
Ketika dipastikan apa benar ada terjadi penambangan secara diam-diam di sana,
ia tetap membenarkannya tetapi menampik keras kalau perusahannya ikut terlibat.
"Kami hanya disungai yang di gunung kami belum masuk," kata Bambang.
Di hari itu Bambang lagi kurang beruntung. Ia yang ditugasi perusahan untuk
dapat mengontrak lahan 20 Ha dari warga Kayeli di sekitar Anahoni ternyata
ditolak mentah-mentah. Sedangkan Kades Kayeli , Babang Wael juga tak mau
melakukan kontrak sepihak dengan perusahan tanpa restu warganya.
Bahkan Raja Petuanan Kayeli, Abdulah Wael dan beberapa warga yang hadir dalam
dialog di balai desa , sempat memasalahkan tetap bercokolnya PT BPS di Gunung
Botak atas restu dari pihak mana.
Beberapa ibu-ibu yang menghadiri pertemuan itu juga meminta agar mereka dapat
mendulang di sungai Anahoni yang menjadi milik desa. Beberapa kali mereka
memaksa masuk mendulang, tapi selalu dicegat bahkan ada yang dijemur di panas
dan disiram lumpur.
Salah satu tokoh pemuda Kayeli Dino juga bereaksi keras dengan menuding PT BPS
telah membohongi warga dengan isu pencemaran lingkungan dan pencemaran pantai
teluk kayeli. "Buktinya tidak ada ikan dan buaya yang mati . Hadirkan ESDM
untuk membuktikan kepada warga kami kalau ada terjadi pencemaran," tantang
Dino.
Menyinggung tentang merkuri dan asam cianida, beberapa warga lainnya
mengungkapkan kalau PT BPS mau menata dan mengelola lingkungan akibat dampak
dari kedua bahan kimia tersebut, maka semestinya menata limbah yang ada di
tromol,tong , dan rendaman.(SBS-05)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!