Close
Close

Pemkab Bursel Pasrah Runwey Bandara Namrole Batal Diperpajang

Namrole, SBS.
Berbagai daya dan upaya komunikasi telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buru Selatan (Bursel) melalui Bappeda dan Litbang Kabupaten Bursel dengan keluarga almarhum Haja Angkasa Solissa, pemilik lahan mayoritas di dekat areal Bandara Namrole guna menghibahkannya kepada Pemkab Bursel sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Hanya saja, langkah-langkah kemunikasi yang dilakukan itu berbuah tak sedap, sebab pihak pemilik lahan masih enggan untuk menyerahkan lahan milik mereka untuk digunakan dalam rangka perpanjangan Runwey Bandara Namrole.
“Jadi dari sekitar 23 KK ini, masih ada 1 KK saja yang belum. Yakni Almarhum Haja Angkasa Solissa pung keluarga saja yang belum,” kata Kepala Bappeda dan Litbang Kabupaten Bursel, Sahrul Pawa kepada Suara Buru Selatan di Kantor Bupati Bursel, Kamis (1/9).

Akibatnya, pihaknya pun pasrah jika tahun ini, pembangunan runwey yang telah dianggarkan dalam DIPA Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebesar Rp 25 milyar tak bisa dilakukan.
“Tahun ini sudah tidak mungkin dan pasti dikembalikan,” ungkapnya pasrah.
Menurut Pawa, keluarga Solissa tersebut merupakan pemilik lahan mayoritas di lahan yang akan digunakan dalam rangka perpanjangan Runwey.
“Kita butuh 3,8 ha, cuma ketika menyeberang sungai, itu dia punya. Dia punya lebih dari 8 hektar. Yang kena itu 3,8 hektar. Kalau hitung NJOP-nya itu tidak sampai Rp. 2 miliar, tapi kan diam minta mahal, yakni Rp. 15 miliar. Jadi susah untuk mau bayar,” ungkap Pawa.
Menurutnya, pihak pemilik lahan hingga kini tak setuju dengan NJOP yang diberlakukan di Namrole oleh pihak Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

“Kan mereka mempermasalahkan soal NJOP. Mengapa NJOP Jakarta bisa sampai Rp. 20 juta dan disini kecil. Ya karena nilai ekonomis satu tempat kan berbeda-beda dan tidak bisa sama. Ya, mungkin suatu waktu di Namrole juga bisa Rp. 50.000 – Rp. 100.000 juga bisa. Tapi untuk saat ini ya seperti itu, karena NJOP inikan bukan Pemda yang tentukan, tetapi dari Kementerian Keuangan, Dirjen Pajak,” tandasnya.
Tarik ulur persoalan pembebasan lahan ini pun kini jadi perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi Maluku.

“Jadi minggu lalu BPKP turun untuk mengecek permasalahannya. Dari BPKP ini diminta oleh pemerintah pusat dan Gubernur untuk membantu melihat apa permasalahannya. Jadi kalau mereka mau membantu untuk memediasi, itu lebih bagus,” katanya.
Menurut Pawa, dengan BPKP turun tangan langsung untuk membantu memediasi masalah ini, diharapkan pihak pemilik lahan akan mau merelahkan tanahnya kepada pihak Pemkab Bursel secepatnya.
“Jadi, mungkin nanti dari BPKP mendatangi keluarga itu untuk memediasi, biar mereka tahu bahwa apa yang Pemda lakukan itu berdasarkan aturan, sebab kalau selama ini mereka kira Pemda punya aturan sendiri, padahal ada NJOP,” tuturnya.

Kendati berharap masalah ini cepat selesai, namun Pawa mengaku bahwa saat ini kondisi keuangan di kas daerah yang mulai menipis pun menjadi kendala tersendiri.
“Sekarang ada sinyal dia bersedia untuk berbicara, tetapi uang daerah sekarang tidak ada. Jadi kita bicara sama saja,” ucapnya.
Sebelumnya, Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulissa mengaku bahwa hingga kini pemilik lahan mayoritas di kawasan Bandara Namrole yang rencananya ingin dibebaskan untuk pembangunan landasan pacuh (Runwey) belum mau melepaskan tanah mereka sesuai NJOP.

Akibatnya, Pemkab Bursel belum bisa memenuhi permintaan pihak Bandara Namrole untuk mendapatkan Surat Hibah Tanah dari masyarakat pemilik lahan agar pembangunan Runwey dapat dilaksanakan dan dana yang telah disediakan sebesar Rp. 25 Miliar dalam DIPA Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk perpanjangan Bandara Namrole tak dikembalikan ke kas negara.

“Masalah dana pusat untuk pembangunan Bandara itu beta (saya) juga yang ikut komunikasikan. Kendalanya masih ada masyarakat yang tidak mau melepaskan tanahnya sesuai NJOP. Hal ini menyulitkan Pemda,” kata Tagop kepada Suara Buru Selatan via pesan singkat, Jumat (1/7).
Walau begitu, Tagop mengaku, dari langkah-langkah negosiasi yang telah dilakukan dengan masyarakat pemilik lahan, Pemkab Bursel sudah berhasil melakukan pembebasan sebagian lahan yang dibutuhkan sesuai NJOP.
“Namun, Pemda sudah membebaskan sebagian lahan yang dibutuhkan sesuai NJOP. Yang belum mau melepaskan sesuai NJOP yang memiliki lahan mayoritas di lokasi tersebut. Jadi, Pemda sudah berupaya negosiasi,” terang mantan Kepala Bappeda dan Litbang Kabupaten Bursel itu.
Akan tetapi, Tagop belum dapat menjelaskan lebih jauh menyangkut persoalan itu. Tagop, mengaku bahwa Kepala BAPPEDA dan Litbang Kabupaten Bursel, Sahrul Pawa lebih paham terkait masalah itu.

“Nanti ade (wartawan) tolong cek lagi ke Kepala Bappeda sebagai orang yang bertanggung jawab untuk pembebasan lahan tersebut,” pinta Bupati defenitif dua periode ini.
Untuk diketahui, Kabupaten Bursel Tahun 2016 ini bakal terancam kehilangan dana sebesar Rp. 25 miliar yang telah dianggarkan dalam DIPA Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk perpanjangan Bandara Namrole.

Pasalnya, hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Bursel belum mampu menyediakan bukti kepemilikan lahan atau hibah lahan dari masyarakat. Hal ini, tentu bukan masalah baru, sebab pada Tahun 2014 pun Bursel telah kehilangan dana Rp. 10 miliar dan Tahun 2015 lalu pun kehilangan dana sebesar Rp. 13 miliar lantaran masalah yang sama. 


Padahal, sejak Tahun 2014-2016 ini, pihak Bandara Namrole, telah berulang kali menyurati pihak Pemkab Bursel, maupun DPRD setempat untuk memenuhi hal dimaksud agar dana yang telah dianggarakan dalam DIPA Tahun 2016 ini bisa direalisasikan guna perpanjangan Bandara Namrole sepanjang 300 meter kali 30 meter lagi. (SBS-02)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post