Meski baru menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP)
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buru Selatan (Bursel) dan belum
mengantonggi angka pasti yang membuat Kabupaten yang terkenal dengan budaya Kai
Wait Ina Ama ini selama ini menyandang status Disclaimer dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
Namun, Sekda Bursel Syahroel Pawa berjanji berupaya
mewujudkan harapan masyarakat Bursel untuk keluar dari lingkaran Disclaimer.
“Disclaimer yang terjadi di Bursel disebabkan kesalahan
adimintrasi senilai Rp 80 Miliar dan tagihan ganti rugi yang harus dikembalikan
senilai Rp 60 Miliar,“ kata Syahroel kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa
(22/11) di ruang kerjanya.
Disclaimer yang terjadi akibat kesalahan administrasi sejak
Tahun 2009 dan 2010 itu sekitar Rp 80 Miliar. Kesalahan ini bukan disebabkan
ada pencurian uang negara, namun kekurangan kelengkapan administrasi, sehingga
itu tetap menjadi masalah. Apalagi, banyak perjalanan yang tidak dapat
dibuktikan.
Menurut Pawa, keabsahan penggunaan dana itu tidak sesuai
aturan sehingga bermasalah.
“Sebenarnya ini mudah saja, tetapi mungkin mereka tidak paham
atau tidak kooperatif untuk menyelesaikan. Bila pelaku yang terlibat koperatif
untuk menyelesaikan, maka upaya keluar dari Disclaimer itu bisa diwujudkan, ”
tutur Pawa.
Selain kesalahan administrasi, ada juga tagihan yang harus
dikembalikan yaitu dan telah dibentuk Panitia Tuntutan Ganti Rugi (PTGR) untuk
menagih ganti rugi sejak 2010 yang nilainya cukup besar.
“Bila tidak salah mencapai Rp. 60 Miliar. Ini juga berat,”
ujar Pawa.
Mantan Kepala Bappeda dan Litbang Kabupaten Bursel ini
menyebut, untuk menyelesaikan semua permasalahan ini dibagi dua, yaitu internal
dan eksternal. Internal dengan cara pengendalian dalam pemerintah daerah, sebab
pengendalian internal mudah dilakukan.
“Misalnya Bendahara yang dulu, yang punya kasus, lebih mudah
untuk meminta dia menandatangani surat keterangan tanggungjawab utang untuk
pengembalian. Tinggal di eksekusi. Karena gajinya di Pemda, tinggal dipotong
gajinya. Kalau tidak bisa lagi di bawah ke keuangan di potong disana. Melalui
Kadis juga sudah bisa, kalau tidak bisa di bawah ke Sekda, untuk memerintah
kepala Keuangan, memotong gaji yang bersangkutan,” kata Pawa.
Kemudian yang eksternal dengan pihak ketiga atau kontraktor,
bila diidentifikasi baik, masih ada alternatif untuk mempercepat atau
mengurangi.
“Contohnya ada satu perusahaan air yang harus menyetor Rp 300
juta, kalau diminta langsung ke dia kan tidak bisa, di black list juga apa
untungnya. Kalau diberikan pekerjaan dan kontraktor tersebut ingin memperbaiki
diri, pembayaran berikutnya bisa diperhitungkan, saat dia melakukan pencairan
yang merupakan haknya, di situ kita kan bisa saling ‘baku reken’,” tutur pria
yang akrab disapa Uli ini.
Pawa mengaku, ini merupakan langkah taktis yang dapat
ditempuh Pemda untuk mengupayakan keluar dari predikat Disclaimer yang selama
ini masih disandang Kabupaten Bursel. “Bila dilihat dari letak permasalahan
Disclaimer ini memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Sebab, yang
dalam kendali kita saja, yang bersangkutan sudah menandatangani kesanggupan
untuk membayar hutang, tetapi ketika gajinya hendak dipotong, ternyata gaji
tersebut sudah terpotong habis dengan kredit yang telah diambil yang
bersangkutan,” terang.
Lanjutnya, lai ini juga sudah salah sejak awal, sebab
memberikan kredit bagi pegawai itu kan ada aturannya. Kalau dulu untuk kredit
pegawai itu 40 persen dari gaji yang bersangkutan.
Dirinya mencontohkan, bila gaji sejuta berarti yang bisa
dikredit maksimal hanya 40 persen saja, tidak boleh lebih. Apabila kreditnya
diberikan lebih, hal ini akan mempengaruhi tingkat kehadiran pegawai tersebut
di kantor.
Menurut Pawa, selama ini untuk pemberian kredit di Bursel terlalu
gegabah, seakan-akan kredit pegawai itu menjadi hak pegawai. Padahal itu bukan,
silahkan baca di aturan mana yang membenarkan bahwa kredit pegawai itu hak, itu
sifatnya privat antara pegawai dengan perbankan. Hanya saja bank untuk
mempermudah dana, digunakan jaminan dari Kepala Dinas.
“Kalau saya tidak mau tanda tangan seperti itu, sebab itu
urusan privasi pegawai. Coba baca aturan mana yang mengharuskan pimpinan
menandatangani anak buah punya, kalau dia mau jamin dia punya SK, ya kasih dia
punya SK. Kan begitu, mengapa ada aturan main bahwa kadis bertanggungjawab
terhadap anak buah punya urusan privasi,” tutur Pawa.
Sehingga hal ini, lanjutnya, berdampak pada pengembalian
hutang oleh yang bersangkutan.
“Apa yang menjadi ekpektasi masyarakat, memang kita sementara
mengarah kesana, tetapi tidak semudah membalikan telapak tangan, kita upayakan
dimulai dari penertiban di tingkat internal secara bertahap,” ujar Pawa.
Sekali lagi, untuk mewujudkan impian Bursel keluar dari
Disclaimer diperlukan teladan yang baik juga dari pimpinan SKPD. Sebab mereka
yang menjadi panutan. (SBS-03)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!