Praktek Pungutan
Liar (Pungli) sudah menjadi musuh Negara dan tak bisa dipraktekkan lagi di
negara ini. Apalagi, di dunia pendidikan.
Namun, ternyata masih
ada saja dugaan praktek Pungli di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri
Namrole yang dilakukan oleh Kepala SMK Negeri Namrole Wem Lesnussa dan
Bendahara SMK Negeri Namrole Surmiati terhadap 32 guru di sekolah tersebut.
Padahal,
pemerintah pusat dibawa pemerintahan Presiden RI Joko Widodo tengah serius
memerangi budaya Pungli. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah itu, maka telah
dikeluarkan Instruksi Presiden yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas
Saber Pungli).
Bahkan, menindak
lanjuti Peraturan Presiden itu,
Pemerintah Kabupaten Buru Selatan (Bursel) dibawa kepemimpinan Bupati Tagop
Sudarsono Soulissa dan Wakil Bupati Buce Ayub Seleky telah melantik Tim Satgas
Saber Pungli di ruang Aula Kantor Bupati, Sabtu, (21/01) lalu.
Namun sayangnya,
belum lama Tim Satgas Saber Pungli dilantik langsung oleh Wakil Bupati
tersebut, telah berhembus kabar dari internal SMK Negeri Namrole bahwa ada
praktek Pungli di sekolah itu.
“Pemerintah
pusat hingga daerah sejauh ini sangat konsen untuk memerangi Pungli dan telah
dibentuk Satgas Saber Pungli dari pusat hingga di Kabupaten Bursel, tapi di SMK
Negeri Namrole sudah melakukan praktek Pungli,” kata salah satu guru SMK
Namrole yang enggan namanya dipublikasi kepada media ini, Rabu (25/01).
Diceritakan,
Pungli dimaksud ialah pemotongan gaji sebesar Rp. 10.000 dari setiap guru di
SMK Negeri Namrole ketika para guru hendak mengambil gaji mereka dari Bendahara
Surmiati.
“Ketika para
guru hendak mengambil gaji, ada pemotongan sebesar Rp. 10.000 per guru. Dimana,
ada 32 guru PNS di SMK Negeri Namrole yang menjadi korban Pungli ini,” kata
guru tersebut.
Bersama seorang
guru lainnya yang juga enggan namanya dipublikasi, guru ini mmengaku bahwa pemotongan
itu dilakukan dengan alasan untuk biaya foto slip gaji.
“Rp. 10.000 itu
memang nilainya kecil, tetapi kalau 32 guru jadi korban Pungli ini selama 1
Tahun alias 12 bulan, maka ada keuntungan yang di dapat tidak sedikit. Yakni
ada sekitar Rp. 3.840.000,” paparnya.
Lebih lanjut,
kedua guru ini mengaku bahwa sebagai institusi pendidikan, maka SMK Negeri
Namrole seharusnya tidak membudayakan Pungli.
“Kalau dari
internal dunia pendidikan sudah ada budaya Pungli seperti ini. Lalu, apa yang
kita harapkan dari masa depan generasi kita kedepan,” tandasnya.
Sementara itu,
Kepala SMK Negeri Namrole, Wem Lesnussa yang dikonfirmasi soal adanya dugaan
praktek Pungli di sekolah yang dipimpinnya itu membantahnya.
“Tidak ada
Pungli seperti itu,” kata Lesnussa dengan santai kepada wartawan di ruang
kerjanya, Rabu (25/01).
Bahkan, Lesnussa
menilai bahwa informasi itu hanyalah kabar angin yang tak harus diresponi
secara serius. “Ah, itu hanya kabar angin. Tidak ada Pungli disini,” tutur
Lesnussa. (SBS-01)
praktek-praktek seperti itu harus segera dihilangkan.
ReplyDeletePost a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!