Kapolsek Namrole, AKP Amin |
Namrole, SBS
Fahri Bachmid,
seorang Praktisi Hukum menilai sikap Kapolsek Namrole, AKP Amin yang memarahi
dan membentak wartawan ketika meliput kegiatan olah Tempat Kejadian Perkara
(TKP) kasus pembobolan Kantor DPRD Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Minggu
(23/7) tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
“Iya, jadi pada
hakekatnya tindakan membentak wartawan yang sedang melakukan tugas-tugas
jurnalismenya secara sah dan legal tidak dapat dibenarkan dengan alasan
apapun,” kata Fahri kepada SBS via
pesan WhatsApp, Senin (24/7) sore.
Menurutnya, jika
Kapolsek Namrole dan jajarannya telah melaksanakan tugas dengan tidak
profesional sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), maka tidak perlu
mempersalahkan wartawan yang meliput.
“Semestinya jika
aparat kepolisian sedang menjalankan tugas-tugas tertentu dalam rangka
penyelidikan/penyidikan untuk mengumpulkan alat bukti maupun barang bukti,
semisal tindakan olah TKP, maka secara normatif ada SOP yang harus dipedomani,
ada SOP dalam rangka melakukan olah TKP, misalnya harus ada Police Line, agar
tidak terganggu dengan kegiatan publik lainya,” terang Fahri.
Advokat handal
ini menjelaskan, tujuan dibuatkan Police Line adalah agar keadaan status quo
dan bukti-bukti terkait peristiwa pidana pada area itu tetap terjaga kondisinya
sehingga memudahkan penyelidik/penyidik mengidentifikasi jejak-jejak tindak
pidana.
“Nah dalam
rangka kegiatan itu, tidak ada juga larangan untuk suatu kegiatan olah TKP
ditutupi agar tidak diliput oleh jurnalis,” paparnya.
Fahri menilai,
sikap yang ditunjukkan oleh Kapolsek Namrole ini sungguh kerdil karena tidak
ada larangan yang membatasi agar wartawan tidak bisa meliput suatu kegiatan
olah TKP, termasuk kasus pembobolan Kantor DPRD Bursel ini.
“Karena tidak ada larangan, dan dibenarkan
dari sisi SOP. Lihat saja olah TKP kasus Jesica untuk Kopi Sianida, diliput
secara luas, karena sudah ada prosudur standar, misalnya ada Police Line, dan
jarak peliputan serta Public Space dll,” jelasnya.
Dikatakan,
masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi sehingga Kapolsek pun tak
perlu bersikap arogansi berlebihan.
“Sebab secara hukum, masyarakat juga punya hak
untuk mendapatkan informasi publik, mestinya Kapolsek profesional dalam
melakukan berbagai tindakan-tindakan Polisionil, dan apa yang terjadi saat ini
dengan tindakan arogansi Kapolsek itu adalah tidak edukatif serta tidak
mencerahkan,” paparnya.
Lebih lanjut,
Fahri mendesak agar Kapolda Maluku Irjen Pol. Deden Juhara Kapolsek Namrole
yang dianggab tidak profesional dan bisa menciderai citra kepolisian di mata
masyarakat.
“Kami minta agar
Kapolda Maluku mengevaluasi kinerja dan tindakan tidak profesional Kapolsek
Namrole itu, karena jangan sampai merusak citra Polri dimata publik,” tegasnya.
Fahri
menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, para jurnalis dilindungi oleh
Undang-Undang dan pihak kepolisian adalah mitra yang sejajar dengan pers yang
harusnya tidak perlu bersikap arogansi berlebihan dan tak professional.
“Harap diingat
bahwa kegiatan jurnalis dilindungi oleh Konstitusi dan UU RI No.40 Tahun 1999
tentang Pers sehingga menjadi hak pers untuk mencari, mengumpulkan dan
menyebarkan informasi kepada publik, dan kepolisian adalah mitra yang sejajar
dan setara dengan pers. Untuk itu Kapolsek berkewajiban untuk menyampaikan
informasi sepanjang menyangkut dengan tugas-tugas kedinasannya secara baik
kepada media,” pungkasnya.
Terlebih lagi, tambah Fahri, masyarakat berhak
untuk mendapatkan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Sebelumnya
diberitakan, Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buru
Selatan (Bursel), Minggu (23/7) subuh dibobol oleh Orang Tak Dikenal (OTK).
Akibat insiden
itu, dana sebesar Rp. 80 juta di brangkas ruang kerja Bendahara DPRD Bursel
Mahyudin Soamole dan mesin perekam CCTV di ruang kerja Ketua DPRD Bursel
Arkilaus Solissa pun dibawa kabur oleh OTK.
Namun, anehnya
ketika kejadian itu dikonfirmasi kepada Kapolsek Namrole, AKP Amin ternyata
Amin malah terkesan tak ingin agar kasus ini diketahui wartawan dan balik
menanyakan kepada wartawan dari mana wartawan mengetahui informasi itu.
“Siapa yang
ngasih info,” kata Amin balik kepada wartawan ketika ditanyai wartawan soal
kronologis dan langkah apa yang sudah dilakukan pihak Mapolsek pasca menerima
laporan kejadian itu via pesan singkatnya.
Karena terkesan
ada upaya menutupi kejadian ini, wartawan Siwalima Elvis Lahallo dan wartawan
Mimbar Rakyat Alan Lahallo pun langsung
terjun ke TKP pukul 11.30 WIT untuk meliput langsung kejadian itu.
Sesampainya di
TKP, memang didapati bahwa sejumlah anggota polisi dan Bendahara Sekwan
Mahyudin Soamole sementara berada di luar ruang kerja Bendahara DPRD.
Soemole dan
anggota Mapolsek Namrole pun sempat bercakap-cakap dengan wartawan merincih
sedikit soal kejadian itu.
Bahkan Soamole
pun sempat menunjukkan bagian pintu ruangan Sekwan yang rusak dan ketika akan
menunjukkan pintu ruangan Sekretaris Pribadi (Sekpri) Ketua DPRD yang rusak,
wartawan tak langsung menuju ke depan ruang kerja bendahara setelah mengetahui
bahwa Brangkas yang dalam kondisi rusak masih berada di dalam ruangan itu
dengan niat untuk mengambil gambar.
Tetapi, ketika
Marlan Lahallo wartawan Mimbar Rakyat yang turut didampingi wartawan Siwalima
Elvis Lahallo mengambil gambar foto dari luar ruangan ketika Kapolsek Namrole
AKP Amin dan Kanit Reskrim Aiptu Anthon sementara melakukan olah Tempat
Kejadian Perkara (TKP), tiba-tiba saja Amin dan Anthon langsung membentak
keduanya.
“Siapa kamu,
hapus fotonya,” kata Amin dan Anthon setelah kedua wartawan mengaku bahwa
mereka adalah wartawan.
Parahnya,
kendati tak memasang Police Line di TKP dan wartawan hanya mengambil gambar
foto proses olah TKP itu dari luar ruangan kerja Bendahara, teryata Kapolsek
Namrole AKP Amin dan Kanit Reskrim Aiptu Anthon yang sebelumnya terkesan
menutupi kasus ini masih marah-marah dan menuding bahwa wartawan merusak alat
bukti.
“Siapa yang
suruh kalian kesini. Hapus fotonya, Kami sementara olah TKP. Jangan rusak alat
bukti,” bentak Amin.
Ketika wartawan
menyahuti bahwa jika wartawan tak boleh masuk, harusnya dipasangkan Police Line
dan seharusnya Amin dan Anthon bisa menegur wartawan secara baik-baik tanpa
harus bentak-bentak dan marah-marah. Tetapi, Amin dalam kondisi marah malah
berdalih bahwa dirinya sudah memberikan tanda di depan pintu ruangan kerja
Bendahara agar tidak boleh ada orang yang masuk kendati wartawan pun saat
mengambil gambar itu tidak masuk ke ruangan itu.
“Saya sudah
kasih tanda disitu,” kata Amin. Padahal, ketika diamati oleh wartawan, entah
tanda apa yang dimaksudkan oleh Amin karena tidak ada Police Line dan tanda
apa-apa disitu, bahkan wartawan Mimbar Rakyat Marlan Lahallo baru masuk ke
ruangan itu ketika Kanit Reskrim Aiptu Anthon ngotot untuk wartawan menghapus
foto itu.
Tak hanya
wartawan yang dibentak dan dimarahi oleh keduanya, tetapi Amin pun turut
membentak dan marah-marah kepada sejumlah anak buahnya di luar ruangan itu
karena membiarkan wartawan mengambil foto.
“Piket!!! Kenapa kalian biarkan wartawan
masuk. Kami sementara olah TKP,” teriak Amin kepada sejumlah anak buahnya.
Dimana atas teriakan itu, dua personil polisi pun langsung berjaga-jaga di
depan pintu ruang kerja Bendahara itu dan menutup pintu tersebut.
Dengan kondisi
itu, kedua wartawan pun meninggalkan lokasi TKP pada pukul 11.45 WIT dan
kembali ke rumah. Tetapi ketika sampai di rumah, Kapolsek malah menelpon
wartawan yang tadi dimarahi. Tetapi wartawan tidak meresponinya. Tak hanya
Kapolsek, dua anak buahnya pun diarahkan untuk menelpon wartawan, tapi wartawan
juga tak meresponinya.
Anehnya lagi,
tak lama kemudian, Kapolsek pun mengirim pesan singkat kepada wartawan Siwalima
Elvis Lahallo untuk segera menemuinya di gudang guna memberikan info kepada dirinya
terkait kejadian pembobolan kantor wakil rakyat itu.
“Temui saya di
gudang. Saya butuh sedikit info,” katanya.
Terkait pesan
singkat itu, wartawan yang hendak membalas pesan singkat Kapolsek pun langsung
didatangi oleh Kanit Intel Polsek Namrole Gustam Mahulette untuk menanyakan
dari mana wartawan mengetahui informasi adanya kejadian di DPRD itu.
Wartawan
Siwalima, Elvis Lahallo pun mengakui mendapatkan informasi itu dari status
Facebook salah satu kontraktor bernama Haryanto Telessy yang tinggal tak jauh
dari TKP dan kemudian wartawan pun langsung mengkonfirmasinya kepada Sekretaris
Dewan (Sekwan) Hadi Longa yang kemudian membenarkan dan menceritakan kronologis
kejadian itu.
Setelah
mendengar penjelasan wartawan, sang Kanit Intel pun langsung pamit pergi.
Tapi, sebelum
Kanit Intel pamit pergi tersebut, Kapolsek Namrole AKP Amin pun mengirimkan
pesan via WhatsApp yang membenarkan bahwa pihaknya sementara melakukan olah TKP
sambil menanyakan kepada wartawan dari mana wartawan mendapatkan informasi itu.
“Iya. Skarang
masih olah TKP. Tapi ngomong-ngomong bos (wartawan-red) dapat info dari siapa,”
kata Amin.
Sementara itu,
sebelumnya Sekwan, Hadi Longa yang dikonfirmasi via telepon selulernya, Minggu
(23/7) siang membenarkan insiden itu.
“Iya betul, DPRD
Bursel dibobol maling tadi,” kata Longa kepada SBS telepon selulernya.
Longa mengaku
baru mengetahui insiden itu setelah diberitahu oleh stafnya Nurhoda Angkotasan
pada pukul 04.00 WIT bahwa ada kejadian pembobolan kantor Sekretariat DPRD oleh
OTK.
Dimana, atas
kejadian itu, Satpam yang berjaga di kantor tersebut kemudian melaporkannya ke
Mapolres Namrole. Atas laporan itu, polisi pun langsung terjun ke Tempat
Kejadian Perkara (TKP) bersama dirinya pukul 04.30 WIT dan melakukan
pemeriksaan dan ternyata telah terjadi pengrusakan pitu ruang rapat koordinasi
dan masuk melalui ruang kerja Ketua DPRD Arkilaus Solissa.
Setelah itu,
mereka pun merusak ruangan Sekwan dan berlanjut ke ruang kerja Bendahara
Sekretariat Dewan (Sekwan) Mahyudin Soamole dan OTK pun membawa kabur uang
sebanyak Rp. 80 juta sesuai keterangan Bendahara Setwan kepada dirinya.
“Brangkas juga
dapat dibobol dan mengakibatkan raibnya dana Sekretariat DPRD sebanyak Rp. 80
juta sesuai keterangan Bendahara dan mesin rekam CCTV juga raib dibawa,” ungkap
Longa.
Longa pun
mengaku, ketika tiba di TKP, Kapolres Namrole AKP Amin yang didampingi Kanit
Reskrim Aiptu Anthon dan sejumlah personilnya langsung melakukan olah TKP tanpa
memasang police line.
“Polisi sudah
turun di TKP. Untuk sementara barang bukti brangkas sementara diamankan di
Kantor. Tapi polisi belum pasang police line,” ucapnya.
Longa berharap
polisi dapat mengungkap para pelaku aksi maling di kantornya ini dan dijerat
sesuai hukum yang belaku. Apalagi, kantor para wakil rakyat itu sudah menjadi
langganan aksi para maling.
“Iya saya berharap semoga bisa diketahui dan
bisa terungkaplah. Sebab ini bukan yang pertama kali,” pungkasnya.
Sementara itu,
Bendahara Setwan Mahyudin Soamole yang ditemui di Kantor DPRD Bursel pun
mengakui bahwa akibat insiden itu dana sekitar Rp. 80 juta raih dibawah kabur
oleh OTK.
“Iya sekitar Rp.
80 juta yang dibawa kabur oleh OTK,” kata Soamole kepada wartawan sambil
menunjukkan kerusakan yang terjadi pada ruangan Sekwan maupun ruangan kerjanya.
(SBS-Tim)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!