Negara dalam hal
ini Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Buru Selatan (Bursel) dianggap melakukan
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena terkesan tutup mata terhadap pengungsi Ambalau.
Hal ini disampaikan
oleh Wakil Ketua DPRD Bursel Gerson Selsilly kepada wartawan usai Paripurna
Penyampaian Hasil Reses Anggota DPRD pada Masa Sidang I Tahun 2017 di Namrole,
Sabtu (8/7).
“Dalam paripurna
tadi ada usulan dari anggota terkait dengan persoalan penanganan pengungsi, dimana
pengungsi Ambalau yang merupakan korban konflik pilkada 2015 lalu yang masih
berada di kota Namrole sampai sekarang,” kata Selsilly.
Selsilly menjelaskan,
untuk persoalan penanganan pengungsi ini, ada keinginan dari anggota DPRD yang
lain untuk melakukan pembentukan Pansus Penanganan Pengungsi.
“Pengungsi ini ada
harapan dari pada anggota untuk segera menindak lanjuti dengan pembentukan
pansus. Untuk persoalan penanganan pengungsi,” jelasnya.
Dikatakan, karena
pengungsi Ambalau ini sampai dengan saat ini dibiarkan dan tidak ditangani
secara baik oleh Negara dalam hal ini Pemda Bursel, dan ini terkesan ada
pembiaran.
“Ada pembiaran oleh
Negara dalam hal ini oleh Pemda Bursel terhadap keberadaan mereka terus di pengungsian,”
tandas politisi Demokrat ini.
Untuk itu
lanjutnya, kalau ada pembiaran sebetulnya bagian dari pelanggaran terhadap hak
asasi manusia (HAM).
Untuk itu DPRD
Bursel akan bersikap untuk segera membentuk Pansus untuk melihat sejau mana
persoalan penganan pengungsi yang ada di Namrole.
''Sehingga tidak
terkesan ada pembiaran yang dilakukan oleh negara atau daerah terhadap hak-hak
pengungsi akibat konflik pilkada waktu lalu saat itu,'' sesalinya.
Sehingga harapnya,
para pengungsi itu segera kembali ke kampung halaman mereka di Ambalau.
Sementara itu
ditempat terpisah, empat orang pemuda Ambalau yang juga adalah pegungsi yang
ditemuai di lokasi pengungsian di Desa Lektama, Kecamatan Namrole menyampaikan
bahwa kerinduan mereka untuk segera kembali ke kampong halaman mereka sudah
menjadi tujuan yang dinanti-natikan.
“Kami sangat ingin
kembali ke kampong kami di Ambalau. Kerinduan kami untuk segera kembali sangat
kuat karena kampong halaman kami disana,” jelas Ajarahum Solissa.
Mereka menyampaikan
bahwa, mereka menjadi korban pilkada Tahun 2015 dan ada 3 desa yang korban
pilkada dan mengungsi sampai sekarang. Desa-desa tersebut yakni Desa Siwar,
Desa Selasi dan Desa Ellar.
Dikatakan, jumlah
keluarga yang mengungsi kurang lebih ratusan kelurga dan kalau jumlah jiwa bisa
mencapai ribuan jiwa yang saat mengungsi.
“Kami juga berharap
faktor kemanan sangat penting karena masih ada beberapa orang yang sampai
sekarang menolak kami (pengungsi) kembali,” pinta mereka.
Diceritakan mereka
bahwa, konflik pilkada yang menimpah mereka saat itu tepatnya pada bulan
Desember Tahun 2015 dan sampai saat ini mereka masih berada di pengngsian. (SBS-08)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!