Belasan tokoh
adat, Rabu (9/8) mendatangi Kantor Bupati Buru Selatan (Bursel) guna menemui
pihak Pemerintah Kabupaten Bursel dan memprotes tindakan pelecehan yang
dilakukan oleh oknum tertentu diselah-selah kegiatan Festival Duen di Kali
Waetina, Desa Namrinat, Kabupaten Bursel.
Para Tokoh Adat ini tak
terima, Efutin (Lenso Kepala) yang sesuai adat Pulau Buru dianggab sebagai
Mahkota bagi setiap laki-laki Buru dipakaikan kepada seorang wisatawan peserta
Wonderful Sail2 Indonesia bernama Patricia asal Amerika Serikat.
Karena sesuai
adat Pulau Buru, Ifutin tidak boleh dipakai oleh seorang wanita di kepalanya.
Terlebih lagi, Patricia turut memakai Ifutin tersebut saat mandi di Kali
Waetina usai Festifal Duen dengan menggunakan bikini dan hal itu diduga
dipakaikan oleh oknum-oknum tertentu yang jika di lihat dari bentuk ikatan di
kepala awak Kapal Nauti-Nauti itu, merupakan orang yang tahu dan sadar betul
dengan adat Pulau Buru yang melarang seorang wanita memakai Efutin di kepala.
Sementara, ada kesan pembiaran oleh tokoh adat maupun pihak Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Bursel yang seharusnya paham terhadap hal itu.
Mereka yang
datang memprotes hal itu terdiri dari Hutang Nurlatu, Alpius Latbual, Nadus
Tasane, Semy Tasane, Atus Tasane, Hasang Nurlatu, Soter Nurlatu, Fam Tasane,
Dapat Tasane, Marlon Latbual, Sias Tasane dan Anut Tasane yang merupakan
perwakilan dari Noro Pito dan Noro Pa.
Saat tiba di
Kantor Bupati, mereka hanya ditemui oleh Asisten II Setda Kabupaten Bursel,
Yohanis Lesnussa diruangannya, lantaran Bupati Tagop Sudarsono Soulissa, Wakil
Bupati Buce Ayub Seleky dan Sekda Kabupaten Bursel Syahroel Pawa tidak berada
di tempat.
Di hapadan
Asisten II Setda Kabupaten Bursel mereka pun langsung menyampaikan protes.
Mereka menuntut Asisten II untuk segera menghadirkan oknum yang bertanggung
jawab terhadap insiden pelecehan adat Pulau Buru itu untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya.
Karena, bagi
mereka, adat Pulau Buru tak boleh dilecehkan seperti itu. Karena Undang-Undang,
Peraturan Daerah, hingga Peraturan Desa dapat diubah kapan saja sesuai
mekanismenya, tetapi adat tidak boleh dirubah sampai kapan pun.
Olehnya hal itu,
kesalahan seperti begini tidak boleh dibiarkan karena bisa menjadi kebiasaan
yang tidak mendidik dan dapat merusak adat di Pulau Buru.
Apalagi,
kesalahan yang dilakukan itu cukup fatal sehinga harusnya oknum pelaku itu
dihadirkan untuk meminta maaf kepada adat maupun kepada para tokoh adat. Sebab,
jika tidak maka pelaku tersebut pun bisa saja di denda sesuai adat yang
berlaku.
Dimana,
kesalahan semacam ini pun pernah terjadi ketika pembukaan kegiatan Musabaqah
Tilatil Qur’an (MTQ) XXVII Tingkat Provinsi Maluku di Namrole beberapa bulan
lalu. Dimana, saat itu turut ditampilkan tarian kolosal yang diklaim sebagai
tarian orang Buru, tetapi yang ditampilkan ialah tarian yang menggunakan panah
yang notabene orang Buru tidak pernah mengenal panah sebagai senjatanya, tetapi
yang mereka kenal ialah parang dan tumbak.
Olehnya itu,
jika masalah ini tak diselesaikan dan semakin melebar, maka ditakutkan akan
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena akan mengundang protes dari
seluruh masyarakat adat Pulau Buru yang tak terima dengan kejadian itu.
Terlebih lagi,
seluruh jajaran pemerintahan eksekutif maupun legislatiF di daerah ini di
pimpinan oleh putra-putra terbaik Buru, tetapi kegiatan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Bursel melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bursel itu malah memunculkan insiden pelecehan terhadap adat Pulau Buru.
Asisten II yang
mengaku sebagai anak adat Pulau Buru pun mengaku kaget ketiga melihat foto
wisatawan bernama Patricia itu menggunakan Ifutin di kepala saat mandi di Kali
Waetina menggunakan bikini.
Dirinya pun
turut marah dan mengaku tidak mengetahui hal itu sebelumnya lantaran dirinya
tidak ada saat kegiatan Festival Duen digelar di Kali Waetina.
Baginya, hal
semacam ini memang tidak boleh dibiarkan dan memang harus secepatnya disikapi
secara serius.
Karena desakan
kuat dari para tokoh adat yang hadir ini untuk menghadirkan pihak-pihak yang
bertanggung jawab terhadap kegiatan Festival Waetina, Asisten II pun kemudian
meminta izin untuk berkoordinasi dan memanggil pihak Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Bursel guna menyelesaikan masalah ini.
Tak lama
berkoordinasi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bursel Amelia
Solissa dan stafnya Naldy Solissa pun datang dan masuk ke ruangan Asisten II.
Di hadapan para
tokoh adat maupun Asisten II, Amelia mengaku sebagai anak Buru, dirinya pun
sadar betul bahwa seorang wanita tidak diperbolehkan menggunakan Ifutin di
kepala.
Namun, dirinya
pun mengaku bahwa tidak mengetahui adanya kejadian itu, dirinya baru tahu
ketika ditunjukkan foto tersebut.
Dirinya pun
meminta maaf atas insiden itu. Tak hanya Amelia, tetapi Asisten II atas nama
pemerintah daerah pun turut menyampaikan permintaan maafnya.
Dimana, sebagai
wujud permintaan maaf dan untuk mengembalikan harkat dan martabat adat Pulau
Buru, Amelia kemudian menyerahkan sebanyak 7 buah Efutin kepada Noro Pito dan 4
Buah Efutin kepada Noro Pa.
Sementara itu,
Wakil Ketua Matgugul Mual, Roy Solissa yang tiba di ruangan itu saat Amelia dan
Asisten II menyampaikan permintaan maaf cukup marah besar dan kecewa atas
insiden itu.
Bahkan, Roy
kepada wartawan usai keluar dari ruangan Asisten II masih melontarkan
kecamanhya kepada oknum-oknum yang memasangkan Efutin tersebut kepada wisatawan
wanita asal Amerika Serikat itu. Sebab, hal itu merupakan bentuk pelecehan
terhadap adat Pulau Buru.
“Saya akui
memang Pemda sudah minta maaf, tapi apakah permintaan maaf itu jaminan. Ini
jati diri. Jadi saya minta kepada Pemda, lain kali berhati-hati, maaf boleh
saja secara lisan, tetapi secara hati nurani saya sangat menyesal,” tegasnya.
Dirinya pun
mengecam para anak adat di Dinas Kebuadayaan dan Pariwisata Kabupaten maupun
yang hadir saat kegiatan Festival Duen dan membiarkan insiden pelecehan
terhadap adat Pulau Buru itu terjadi.
“Sebagai
pemerintah adat, wakil matgugul mual saya sangat mengecam anak-anak adat
sebagai pewaris-pewaris adat di pulau buru, kenapa itu dibiarkan, bahkan sampai
foto setengah telanjang (bikini) pakai efutin. Efutin itukan mahkota kerajaan,
jangan main-main dengan efutin. Itu jati diri, logo kabupaten ini ada pada
efutin. Jadi jangan sampai disalah gunakan, jadi anak-anak adat yang berperan
di dunia pariwisata, saya minta lain kali jangan ini terulang lagi dan itu
tidak diberkati oleh yang maha kuasa,” paparnya.
Lanjut Roy,
semua anak adat Pulau Buru harusnya bisa menjaga adat secara baik dan tak
membiarkan adat dilecehkan begitu saja. Jadi, kepada anak-anak adat Pulau Buru
yang ada di Pemkab Bursel, khususnya di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bursel dihimbau untuk tidak merubah tatanan adat yang sudah turun
temurun dari leluhur hingga saat ini.
“Apa pun alasan
harus koordinasi dengan tua-tua adat karena mereka ini lebih tahu dengan mereka
punya adat, jangan karena sekolah dan merasa pintar lalu mau merubah kita punya
jati diri, itu sangat keliru ya, satu kekeliruhan ada pada kita punya anak-anak
sebagai generasi adat di Pulau Buru, dia harus berpegang teguh pada dia punyya
ketentuan dan janji-janji orang tua sampai saat ini,” ujarnya.
Dirinya
mengancam akan memberikan sanksi denda adat maupun sanksi berupa pemukulan
dengan rotan jika ditemukan adanya insiden-insiden seperti ini terjadi lagi,
baik oleh Kepala Soa maupun anak-anak adat di daerah ini.
“Saya kecam
anak-anak yang menerima tamu, agar jangan terulang lagi. Sebab kalau terulang
lagi, resiko di tanggung sendiri, kita kasih denda adat yag berat, jangan
main-main. Ini belum dituntut semua dari orang-orang tua di Pulau buru,”
paparnya.
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!