Namrole, SBS
Menguaknya
dugaan kasus Pungutan Liar (Pungli) Uang Magang di SMK Negeri Simi, Desa Simi,
Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan (Bursel) yang telah dilaporkan oleh
sejumlah pemuda di Desa tersebut ke pihak Polres Pulau Buru sejak beberapa
waktu lalu dianggab telah mencoreng nama baik Kepala SMK Negeri Simi Usman Ali
Iksan maupun lembaga pendidikan yang dipimpinnya itu.
Tak mau hal ini
kian merebak luas dan berdampak buruk terhadap dunia pendidikan di sekolah
tersebut, pihak Komite Sekolah pun angkat bicara dan meluruskan masalah ini,
sebab bagi Komite itu bukanlah pungli, melainkan sumbangan orang tua murid.
“Itu bukan kasus
pungli, tapi itu merupakan sumbangan orang tua murid yang sudah disepakati
bersama antara Komite dan orang tua murid. Kepala Sekolah hanya sifatnya
mengetahui,” kata Ketua Komite SMK Negeri Simi Yusuf Buael yang didampingi
Pengurus Komite lainnya, Ahmad Buael kepada wartawan di Namrole, Selasa
(28/11).
Dirinya mengaku
kecewa dengan ulah sejumlah oknum pemuda yang melaporkan hal itu ke pihak
kepolisian Polres Buru dengan tudingan-tudingan miring kepada Kepada SMK Negeri
Simi.
“Untuk
diketahui, pada saat rapat komite dengan orang tua murid, orang tua murid malah
mengusulkan tanggungan uang magang itu Rp. 1.000.000,- tetapi kemudian kami
sepakati bersama dengan orang tua hanya Rp. 800.000,” terangnya.
Bahkan, menurutnya,
dalam kesepakatan dengan orang tua murid itu, jika ada orang tua yang anaknya
dua orang akan turun untuk mengikuti magang, hanya dibebankan uang sumbangan
kepada satu orang saja.
“Mereka yang
lapor ke polisi ini pun keluargannya
yang menjadi siswa SMK Negeri Simi dan sementara turun magang juga belum
memberikan sumbangan sampai saat ini, tetapi ada kebijakan dari pihak Kepala
Sekolah agar mereka bisa ikut magang bersama-sama teman-temannya. Kurang baik
apa coba,” ucapnya.
Lanjutnya lagi,
para pemuda yang melaporkan masalah ini ke polisi pun harus bisa memilah antara
Pungli dan sumbangan. Apalagi, sumbangan tersebut untuk memfasilitasi anak-anak
tersebut belajar alias magang.
Bahkan,
lanjutnya, jika sumbangan itu dianggab sebagai pungli, maka hal yang sama pun
terjadi di sejumlah sekolah lainnya, baik itu di SMK Negeri Namrole maupun SMK
Negeri Leksula dan sejumlah SMA di Kabupaten Bursel lainnya.
“Bahkan di SMK
Negeri Simi ini sumbangannya hanya Rp. 800.000,- dan itupun hanya dikenakan
pada satu orang siswa jika dalam satu keluarga ada dua orang. Jadi, satu orang
tak diwajibkan kasih sumbangan. Sementara di sekolah-sekolah lainnya itu biaya
prakteknya dibebankan kepada orang tua dengan nilai diatas Rp. 1.200.000 dan
itu tak ada complain sama sekali dai orang tua, tapi kok di SMK Negeri Simi
yang hanya Rp. 800.000 dalam bentuk sumbangan dikomplain,” ujarnya.
Sebelumnya
diberitakan, pungutan uang Magang Siswa SMK Desa Simi, Kecamatan Waesama,
Kabupaten Buru Selatan (Bursel) sejak 2013 – 2017 diam – diam
dikeluhkan sejumlah orang tua siswa karena di anggap terlalu memberatkan
alias mencekik.
“Biaya Magang
puluhan Siswa SMK Desa Simi sejak Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2016
berkisar Rp 1.200,000/siswa. Pada Tahun 2017 ini baru turun Rp. 800.000/Siswa.
Jika dikalkulasikan dana yang terkumpul cukup fantastis setiap tahun dari
puluhan siswa SMK untuk biaya magang,” ungkap salah satu Warga Desa Simi,
Abdurahman Tewawo kepada wartawan di Namrole, Kamis (2/11).
Dirinya
mengatakan, selain nominalnya sudah besar, pihak sekolah pun hanya memberi
waktu yang terbatas. Dimana, hal ini sungguh sangat memberatkan para
orang tua siswa yang anaknya lebih dari satu orang. Apalagi, rata-rata orang
tua siswa di Desa Simi mata pencariannya hanya selaku nelayan dan petani.
Bahkan, yang
lebih parahnya lagi, kalaupun orang tua mengeluh terkait pembayaran uang ini,
pasti ada tekanan dari pihak sekolah terkait kelulusan anaknya, sehingga
orang tua murid hanya bisa diam saja.
Padahal,
lanjutnya, apa yang dilakukan oleh pihak SMK Desa Simi ini merupakan praktek
dugaan punglin yang tak dibenarkan.
“Kepala Sekolah
SMK Simi, Usman Ali Iksan dan Dewan guru hanya menjelaskan, anggaran tersebut
dipakai untuk pembayaran uang tranportasi pulang pergi dan biaya adimistrasi lainnya,
uang kesehatan, baju dan biaya setor uang magang pada Dinas Badan,”
ungkap Abdurahman.
Abdurahman
mengungkapkan setelah pihaknya mengeck langsung ke Dinas Pendidikan Kabupaten
Bursel, ternyata tidak ada penyetoran uang magang dari SMK Desa Simi ke Dinas
tersebut sejak Tahun 2013 hingga 2017 ini.
Selain itu,
fakta di lain yang terjadi, pasca para siswa membayar uang magang ke pihak
sekolah, ternyata Kepala Sekolah dan Dewan Guru hanya menyediakan baju bekas
siswa magang yang sudah lulus untuk dipakai oleh Siswa magang saat ini,
kemudian nanti akan ditarik kembali oleh pihak sekolah untuk
dipakai siswa selanjutnya pasca para siswa yang sekarang melakukan proses
magang usai magang.
Tak hanya itu,
setiap siswa SMK yang datang magang ke Dinas selama satu bulan ternyata untuk
masalah tempat tinggal maupun kesehatannya tidak terurus. Dimana, mereka harus
mencari tempat tinggal sendiri di keluarga mereka.
“Kami masyarakat
tahu betul ada berbagai bantuan pemerintah yakni bantuan Dana Operasional
Sekolah (BOS) sehingga pihak sekolah jangan terlalu membebani masyarakat
terkait biaya pendidikan,” paparnya.
Sebab, sesuai
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 telah menegaskan, bahwa Komite Sekolah, baik
perseorangan maupun kolektif dilarang keras melakukan pungutan dari peserta
didik atau orang tua wali yang terkesan memberatkan.
“Jangan sampai
pungutan ini mengarah kepada indikasi pungutan liar oleh pihak sekolah demi
kepentingan pribadi,” cetusnya. (SBS-07)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!