Close
Close

Titawael : Penegak Hukum Harus Periksa Kades Waeturen Soal DD dan ADD


Namrole, SBS
Pengelolaan Dana Desa (DD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) oleh Kepala Desa (Kades) Waeturen, Kecamatan Leksula, Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Yacob Tasane alias Yop banyak meninggalkan kejanggalan dan pantas untuk ditelusuri oleh penegak hukum, baik pihak kejaksaan maupun kepolisian.

Hal itu diungkapkan oleh Tokoh Pemuda Desa Waeturen yang juga Mantan Sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Edison Titawael kepada wartawan di Namrole, Selasa (28/11).

“Kami berharap semua stakeholder yang punya kewenangan untuk mengawasi Dana Desa ini, baik kepolisian maupun kejaksaan untuk bisa turun ke Desa Waeturen dan memeriksa secara fisik penggunaan Dana Desa disana, periksa juga laporan-laporannya karena diduga laporan-laporan yang dibuat oleh Kades Yacob Tasane sepanjang periode kepemimpinannya itu fiktif,” kata Titawael.

Iapun mendesak kepada Bupati Bursel Tagop Sudarsono Soulissa dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Kabupaten Bursel David Seleky untuk menegur Kades Waeturen yang selama ini tidak transparan dalam pengelolaan dana desa di desa tersebut.

“Pak Bupati dan Kepala BPMD juga harus memberikan teguran kepada Kades Waeturan agar beliau (Kades-red) juga bisa transparan,” paparnya.

Sebab, lanjutnya, selama menjabat sebagai Kades, Yacop Tasane tidak transparan dalam pengelolaan Dana Desa maupun Anggaran Dana Desa, bahkan karena tak transparan maka masyarakat di desa tersebut pun tak tahu diperuntukkan untuk apa saja secara pasti.

Tak hanya itu, lanjutnya, dalam perencanaan program dan pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang di Desa tersebut, Kades pun tak pernah melibatkan seluruh tokoh masyarakat yang ada di Desa Waeturen dalam musyawarah, yang ada hanya kesan bahwa Kades mengatur sendiri perencanaan program dan pembangunan di desa tersebut tanpa diketahui oleh masyarakat.

Bahkan, katanya lagi, untuk program pemberdayaan di Desa Waeturen, sejauh ini banyak yang salah sasaran. Contohnya untuk bantuan kepada kelompok fiber atau nelayan berupa body tuna dan mesin tidak diserahkan kepada kelompok yang telah mendaftar, tetapi malah diberikan kepada kelompok yang tidak mendaftar.

“Parahnya lagi, mereka yang ada di kelompok-kelompok fiber yang dapat bantuan ini dari sisi kesejahteraan, mereka sudah sejahtera dan sudah punya body tuna dan mesin yang banyak, tapi tetap terlibat di kelompok-kelompok yang dapat bantuan pemberdayaan itu sehingga menimbulkan kekecewaan dan kecemburuan di tengah-tengah masyarakat banyak,” ungkapnya.

Selain itu, Titawael juga mempertanyakan pembangunan Balai Pertemuan dan Balai Desa di Waeturen yang telah dibangun selama tiga tahun anggarn, tetapi hingga saat ini belum difungsikan.

“Kemudian terkait dengan pembangunan Balai Pertemuan dan Balai Desa, apakah dari sisi aturan itu bisa dibenarkan tidak, sebab yang kami tahu satu bangunan itu dibangun satu tahun saja, tapi ini sampai tiga tahap atau tiga tahun, yakni dari 2015, 2016 ddan 2017 baru selesai, tapi belum juga bisa difungsikan terkait dengan moubiler-moubilernya. Jadi ini bisa dibenarkan ataukah tidak,” tanyanya.

Tak hanya masalah-masalah tersebut, Titawael juga membeberkan bahwa ada kebijakan Kades yang tak bisa diterima dengan akal sehat, yakni telah melakukan pemotongan terhadap insentif salah satu Kaur Desa Waeturen untuk membayar Beras Miskin (Raskin).

“Selain itu, ada seorang Kaur Desa yang punya hak dipotong untuk membayar Raskin. Jadi, Kades ambil dia punya insentif untuk bayar Raskin. Apakah bisa kebijakan seperti itu. Ini yang harus kami sampaikan,” paparnya.

Lanjutnya lagi, sejak menjabat hingga saat ini tidak ada pembangunan jalan ataupun pagar di Desa Waetren dari Dana Desa maupun Anggaran Dana Desa.

“Dana-dana itu dikemanakan, sebab tidak ada pembangunan pagar dan jalan. Yang ada pelebaran jalan itu hanya proyek PNPM Mandiri dari Tahun 2011 sehingga kesimpulannya Kades Waeturen ini telah menggunakan Dana Desa untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sehingga masyarakat disana merasa kecewa,” pungkasnya.

Terlebih lagi, lanjut Titawael sejak menjabat sampai saat ini, Kades hanya berdinas di kantor tak lebih dari empat kali, berbeda dari Kades-Kades sebelumnya yang berdinas paling sedikit satu minggu dua kali.


“Papan Informasi dan papan 10 program PKK saja tidak ada, lalu anggaran-anggarannya dikemanakan,” pungkasnya. (SBS-01)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post