Close
Close

Tak Terima Rekannya Dianiaya, Puluhan Tokoh Adat Kepung Mapolsek Namrole


Namrole, SBS
Lebih dari 30 Tokoh Adat di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) mendatangi Mapolsek Namrole, Sabtu (6/1) siang guna bertemu secara langsung dengan Kapolsek Namrtole, AKP Akmil Djapa guna menyampaikan sikap tegas mereka dalam pernyataan sikap terkait dengan dugaan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh oknum anggota Polsek Namrole, Matto terhadap Tokoh Adat di Desa Waenono atas nama Soa Nurlatu, 25 Desember 2017 lalu.

Ketika tiba di Mapolsek, rombongan Tokoh Adat turut didampingi oleh anggota DPRD Bursel Sami Latbual dan Kepala Dinas Kawasan Perumahan Permukiman dan Pertanahan Bursel Melkior Solissa selaku anak adat.

Rombongan ini tiba di Mapolsek Namrole pukul 11.50 WIT dan langsung diterima oleh Kapolsek AKP Akmil Djapa di ruangan aula Mapolsek.

Pertemuan tersebut pun dilakukan dengan dipandu oleh Melkior Solissa sebagai Moderator. Dimana, dalam pertemuan tersebut, sejumlah tokoh adat, termasuk Sami Latbual selaku Juru Bicara pun turut menyampaikan berbagai pendapat mereka sebagai respon atas kejadian yang dialami oleh Soa Nurlatu tersebut.

Tak hanya sampai disitu, mereka pun turut menyampaikan lima pernyataan sikap mereka yang dibacakan oleh Ronal Latbual, yaitu :

Pertama, Bahwa pada tanggal 25 Desember 2017 pukul 18.30 WIT, Bapak Soa Nurlatu tersebut dipukul oleh salah seorang anggota Kepolisian Polsek Namrole yang biasa di panggil Matto;

Kedua, Terhadap tindakan yang tidak memiliki etika itulah, maka kami sangat menyesali dan sangat kecewa atas perilaku dari anggota Polsek yang bernama Matto yang bukan Cuma penganiayaan/memukul, tetapi pelaku juga memaki korban di hadapan umum. Bahwa kita tahu bersama kalau tugas pokok Polisi adalah menjaga ketentraman, melindungi masyarakat, mengayomi masyarakat. Namun, ketika terjadi pemukulan/penganiayaan terhadap salah satu tokoh adat kami, apakah hal ini dapat dibenarkan dan dibiarkan begitu saja? Bahwa menurut kami, tindakan tersebut merupakan tindakan perbuatan pidana, karena dalam hal ini pelaku telah melakukan kontak fisik, dan selain itu juga tindakan pelaku juga telah nyata-nyata melanggar etika dan profesi yang dimiliki oleh yang bersangkutan;

Ketiga, Bahwa berdasarkan hal itu maka, kami atas nama tokoh-tokoh adat di Kabupaten Bursel mengecam dengan tegas dan mengutuk tindakan dari oknum anggota Polri tersebut, karena hal tersebut bagi kami merupakan sebuah penghinaan. Dimana, tokoh-tokoh adat bagi kami merupakan symbol kehormatan kami semua masyarakat adat, ketika ada tokoh adat kami dipukul dan dianiaya, maka secara tidak langsung telah melecehkan kami juga;

Keempat, Bahwa terhadap hal ini maka kami meminta kepada Bapak Kapolsek, yakni sebagai berikut :
1. Segera memproses pelaku yang biasa dipanggil Matto sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,

2. Pelaku harus melakukan denda adat sesuai dengan ketentuan adat kami : a). Ifutin 24 buah (Lestari) untuk mengembalikan Mahkota, b). Kain 24 buah (Iwagun) untuk pulihkan kata caci maki, c). Denda Mikaporo Rohit Hasel (Gong 7 Jingkal).

3. Pelaku harus melakukan permohonan maaf baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media massa.

4. Pelaku wajib membuat surat pernyataan bahwa tidak akan pernah mengulangi pebuatannya kepada orang adat siapa pun dan dalam bentuk apa pun.

Kelima, Bahwa terhadap pernyataan sikap kami ini, maka kami meminta agar dapat langsung diproses oleh Bapak Kapolsek, karena jika tidak demikian maka kami akan kembali lagi dengan jumlah masyarakat adat dalam kapasitas yang lebih banyak lagi ke Polsek Namrole untuk meminta pertanggung jawaban pelaku tersebut.

Pernyataan sikap tersebut turut ditanda tangani oleh 24 orang Tokoh adat, yakni Saul Latbual (Kepala Soa Waelua), Soter Nurlatu (Kepala Soa Waetemun), Atus Tasane (Kepala Soa Wagida), Angki Nurlatu (Tokoh Adat), Radio Latbual (Bapak Adat), Silas Latbual (Porwisi Waelua), Jafar Nurlatu (Tokoh Adat), Sawatemun Solissa (Kawasan Mual), Janis Tasane (Kepala Soa Wagida), Dance Hukunala (Kepala Soa Gewagit), Alpius Latbual (Porwisi Waelua), Yeng Nurlatu (Kawasan Waetemun),Ket Tasane (Tokoh Adat), Bili Nurlatu (Tokoh Adat), Saul Nurlatu (Kepala Soa), Rudi Tasane (Kepala Soa), Hasan Nurlatu (Kepala Soa), Edison Nurlatu (Tokoh Adat), Jengkar Nurlatu (Kepala Soa), Yonas Hukunala (Kepala Soa), Endek Hukunala (Kepala Soa), Neles Nurlatu (Kepala Soa), Kace Tasane (Kepala Soa) dan Milis Nurlatu (Kepala Soa).


Meresponi berbagai pendapat maupun pernyataan sikap yang disampaikan, Kapolsek mengaku sangat mengapresiasinya.
Kapolsek mengaku telah merseponi masalah ini, namun tidak serta merta langsung menjatuhkan kesalahan kepada pihak tertentu tanpa ada pembuktian yang jelas.

Olehnya itu, dirinya meminta kepada para Tokoh Adat untuk memberikan waktu bagi pihaknya guna menyelidiki masalah ini sehingga ada titik terangnya.

Meresponi itu, para tokoh adat pun meminta batasan waktu dari Kapolsek, namun Kapolsek belum bisa memastikan kapan para tokoh adat ini akan mendapatkan kepastian dari masalah ini mengingat ada prosedur-prosedur hukum yang harus dilalui untuk membuktikan masalah tersebut.

Terkait hal itu, Melkior Solissa selaku moderator dengan persetujuan semua Tokoh Adat yang hadir pun menyetujui permintaan Kapolsek tersebut sambil akan berkoordinasi tentang hasil penyelidikan yang dilakukan nantinya.


Setelah itu, para Tokoh Adat pun kemudian meninggalkan Mapolsek Namrole secara tertib. (SBS-02)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post