Close
Close

Sistim Pemerintahan Di Buru Terlihat Kropos


Oleh : MR Litiloly
Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah
HMI Cabang Namlea

Opini, SBS
Pada tanggal yanggal 15 january 2018 telah terjadi penyerahan SK Plt oleh Bupati Buru kepada  para pejabat  yang ditunjuk sebagai pejabat eselon II dilingkup pemerintahan Kabupaten Buru.

Bukan menjadi rahasia publik Ramli Noho telah menerima SK Plt secara simbolis oleh Bupati Buru untuk menjabat sebagai SEKWAN DPRD Buru pada saat itu untuk menggantikan Arman Buton yang telah bertugas selama kurang lebih 15 tahun terakhir.

Para pejabat yang menerima SK Plt pada saat tersebut kini telah beraktifitas diperkantoran yang telah ditunjuk oleh Bupati sebagai mana mestinya. Namun sampai sekarang hal tersebut tidak terjadi diruang lingkup Sekretariat Dewan DPRD Kabupaten Buru di mana masih dibawah kendali Arman Buton.

Hal ini menunjukan sesuatu yang tidak lazim terjadi dalam suatu sistem pemerintahan, apalagi terdengar kabar ada dugaan hal tersebut terjadi karena intervensi oknum-oknum anggota DPRD untuk mempertahankan pejabat Sekwan yang lama.

Secara kelembagaan DPRD tidak memiliki struktur kewenangan dalam proses dalam pengangkatan Jabatan ASN di Daerah, karena kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat ASN di tingkat kabupaten/kota berada pada Bupati/Walikota dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di daerah.

Kalau pun secara aturan  UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang dimana disebutkan bahwa proses pergantian Sekretaris Dewan atas persetujuan pimpinan DPRD dengan memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan dan pengalaman. Namun fenomena ini tetap menjadi sebuah misteri, karena dalam hal pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang memimpin Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebelum ditetapkan oleh PPK dilakukan mekanisme konsultasi antara DPRD dan Eksekutif (melalui Pejabat yang Berwenang).

Penetapan Ramli Noho sebagai Plt Sekwan pada tanggal 15 January kemarin menunjukan terjadinya overlapping dalam sistem pemerintahan, karena jika merujuk pada aturan diatas sebelum ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Bupati sendiri tentunya harus melalui konsultasi dan persetujuan DPRD.


Kejadian ini memberikan dua kemungkinan bagi penulis dalam berpresepsi, yang pertama Bupati dalam menjalankan kewenanganya tidak mengindahkan aturan untuk berkonsultasi dengan pihak DPRD sekaligus meminta persetujuan Pimpinan DPRD atau yang kedua penetapan tersebut telah berjalan sesuai mekanisme dimana pihak eksekutif telah berkonsultasi dan mendapat persetujuan pihak legislatif namun dalam perjalanan terjadi pressure power politik atau political hostages sehingga merubah ketetapan tersebut. (SBS-Rls)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post