FOTO : Kepala Bank Maluku Cabang Pembantu Namrole, Yusnawati Werman |
Namrole, SBS
Bank Maluku nampaknya bukanlah bank yang baik dan bisa
dipercaya masyarakat. Betapa tidak, bank ini diduga telah melakukan kejahatan
perbankan dan tak bisa dipercaya oleh masyarakat sebagai bank berpredikat baik.
Sebab, Bank ini sudah melakukan pemblokiran terhadap nasabahnya,
Harun Siompo (mantan Bendahara Bagian Pemerintahan Setda) Kabupaten Buru
Selatan (Bursel) dan istrinya Hariasi Wanci secara sepihak lantaran adanya surat permintaan
tanpa dasar hukum dari Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Bursel, Iskandar Walla yang juga Calon Sekda Kabupaten Bursel Nomor
900/15 tanggal 23 Januari 2019, perihal permintaan pembekuan rekening.
Apa yang dilakukan oleh pihak Bank Maluku Cabang
Pembantu Namrole dibawa kepemimpinan Yusnawati
Werman ini tentu saja bertentangan juga dengan visi bank yang
didirikan sejak 25 Oktober 1961
itu untuk menjadi bank berpredikat baik, yakni ‘Terwujudnya
Bank berkembang secara wajar, berpredikat sangat baik, mandiri, profesional
serta terciptanya nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat’.
Terkait masalah itu, Kepala Bank Maluku Cabang Pembantu Namrole, Yusnawati Werman yang dikonfirmasi wartawan di
ruang kerjanya, Senin (28/01)/2019) mengaku belum tahu soal adanya pemblokiran
rekening tersebut.
“Ia, beta belum tau, belum dapat laporan
dan pelaksana tugas harian dari Cabang Namlea, Hasan Toisuta, Staf dari Cabang
Namlea yang ditugaskan disini (Namrole-red) menggantikan beta yang ditugaskan
ke Ambon,” kata Yusnawati.
Namun, Ia mengaku bahwa jika apa yang
sudah dilakukan oleh pihaknya itu bisa dibenarkan. Padahal tidak ada dasar
hukumnya.
“Secara resmi itu tertulis, misalnya
rekening bermasalah, ada surat perintah atau permintaan resmi bisa kita
blokir,” ujar Yusnawati yang juga mantan Kasie PMR Bank Maluku.
Kendati demikian, Ia mengungkapkan
proses pemblokiran itu dilakukan harus dengan sepengetahuan pemilik rekening
atau nasabah.
Pimpinan Bank ini juga nampaknya bukan
pimpinan yang baik, karena tidak
memahami secara baik aturan perbankan.
“Kalau ijin dari Bank Indonesia, beta
juga tidak terlalu pahami. Kalau sudah berkaitan dengan hukum harus dengan kita
punya orang hukum, dan setahu beta pemblokiran harus seijin pemilik rekening.
Coba nanti saya konfirmasi, saya kroscek dulu, ini kan saya baru disini baru
tiba, nanti saya konfirmasi dengan pihak keuangan,” ucapnya.
Sementara praktisi hukum Jakcy Wenno
yang dihubungi terpisah soal masalah ini mengatakan secara hukum untuk meminta
pemblokiran rekening baik dalam perkara pidana maupun perkara perdata harus ada
dasar hukumnya.
“Misalnya Pasal 29 ayat (4) UU No. 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatakan Penyidik,
penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening
simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi,” kata
Wenno Melalui Pesan Whatsappnya, Senin (28/01/2019).
FOTO: Buku Tabungan Bank Maluku |
“Bank Indonesia sendiri dalam Pasal 12
ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI
2/19/2000”) menyebutkan bahwa Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama
seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa
oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia,” ujarnya.
“Menurut hemat kami permintaan
pemblokiran rekening oleh bank atas permintaan beberapa lembaga (Polisi, Jaksa atau
Hakim) berwenang pada saat bersamaan dimungkinkan terjadi karena mereka memang
memiliki kewenangan untuk itu,” paparnya.
Akan tetapi, lanjutnya, jika berbicara
mengenai eksekusi terhadap rekening tersebut, sesuai Pasal 1137 KUH Perdata,
hak didahulukan adalah milik negara, kantor lelang dan badan umum lain yang
diadakan oleh penguasa. Dengan pemahaman bahwa dalam perkara pidana
aset/rekening tersebut bisa saja kemudian diputus menjadi milik negara.
“Artinya, bila pengadilan menyatakan
rekening tersebut disita menjadi milik negara, maka hak negaralah yang
didahulukan. Oleh karena itu, permintaan pemblokiran rekening terkait eksekusi
perkara perdata tidak bisa serta merta dilakukan sebelum putusan pidana
mencabut penetapan pemblokiran rekening tersebut,” tutur Wenno. (SBS-02)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!