Namrole,
SBS
Masyarakat adat Dusun Waemalu mengkritisi kinerja Pemerintah Desa Waetawa Kecamatan Waesama Kabupaten Bursel terkait Pembuatan Baileu (Rumah adat) Di Dusun itu, karena masyarakat pada dusun tersebut merasa diabaikan oleh Pemeritah desa (Pemdes) Setempat.
Diketahui, ada beberapa
tokoh adat pernah menyampaikan hal tersebut ke Firdaus selaku Kepala Desa,
namun sampai saat ini Firdaus tidak memperhatikan Rumah adat tersebut.
“Seharusnya pemerintah
desa dapat memperhatikan pembangunan rumah adat karena rumah adat adalah tempat
untuk bermusyawara maupun membahas kegiatan-kegiatan yang perlu dibahas secara
bersama oleh masyarakat,” ucapa Kadus Yopy salah satu tokoh adat dusun tersebut,
Selasa (08/01/2019).
Dirinya menjelaskan
semestinya pemerintah desa Waetawa harus jeli dan juga dapat memperhatikan dengan mengalokasikan anggarannya lewat Dana
desa (DD) APBDES yang di kelola oleh pemerintah Desa.
“Baileu (RUMAH
ADAT ) harus Di sebarkan ke setiap
dusun-dusun di karenakan desa-desa tetangga lainya sudah memiki Rumah
adat. Namun kami belum memiliki rumah adat tersebut. Harusnya pemerintah desa
dapat memperhatikan hal ini, pada akhirnya kami menginisiatif sendiri dengan cara
suadaya masyarakat adat dan di bebankan ke masyarakat masing-masing,” keluh Yopy.
“Kami sangat
sesalkan atas kinerja kades, kami masyarakat adat sangat kecewa atas terisolasinya
masyarakat adat di dusun tersebut,” tambahnya lagi.
Hal yang sama
juga dikeluhkan salah satu masyarakat adat Tunas Latuwael di Dusun Waimalu yang
mengatakan bahwa Baileu (Rumah adat)
yang merupakan rumah pertemuan orang adat Waemalu tidak pernah di
perhatikan sama sekali oleh pemerintah desa.
“Hal ini
terbukti seperti Baileu Dusun Waemalu yang sampai saat ini tak kunjung selesai
dan kami masyarakat menyelesaikan sendiri,” ujar Tunas.
Tunas katakan, masyarakat
adat yang ada di Dusun Waemalu ini bingung ketika ada pertemuan-pertemuan adat tidak
bisa membahasnya karena tempat untuk pertemuan adatnya tidak ada atau belum
dibuat oleh pemerintah desa.
“Seng tau kanapa
katong pung rumah adat ini pemerintah desa seng bisa bangun akang,” ucapnya.
Sementara, Marhaen
Latuwael mengatakan Rumah adat di Dusun Waemalu ini sempat dibijaki oleh
masyarakat setempat, dengan cara membebankan 1 Keluarga (KK) 10 bangkawan atap
rumbia dan setiap 1 kk dua buah kayu yang di potong di hutan.
Ia berharap perhatian
serius dari pemerintah desa agar secepat mungkin dapat membuat Baileu dusun tersebut
hingga masyarakat adat bisa membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan adat.
“ Kami minta
Pemeritah desa untuk membangun baileu kami agar dapat digunakan untuk tempat
musyawarah karna kami juga bagian dari desa Waetawa,” tegasnya.
Kepala Dusun
Waemalu Yopy Latuwael juga sangat berharap agar pemerintah desa bisa segera
memperhatikan dan menyelesaikan pembuatan rumah adat yang sudah di program oleh
pemerintah desa tersebut.
“ Kami merasa di
anaktirikan dan kami malu dengan dusun-dusun pada desa lain yang sudah memiliki
Baileu sementara kami tidak memiliki padahal kalau mau dibandingkan dengan
dusun kami ini jumlah penduduknya cukup banyak dan mayoritas kita orang buru,” pungkasnya.
Salah satu
mahasiswa yang ada di Dusun Waemalu menegaskan bahwa budaya - budaya adat Buru
harus diperhatikan oleh pemerimtah Desa maupun pemerintah Daerah Bursel karena budaya
adat adalah jati diri.
“Baileu itu salah
satu simbol adat, oleh karena itu saya sebagai anak muda sungguh berharap agar
pemerintah desa dapat memperhatikan hal tersebut karenakan Rumah adat itu sangat
di butuhkan oleh basudara ada setempat. (SBS/LS)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!