Namlea, SBS
Pememerintah
pusat melalui Kementrian Balai Wilayah Sungai PUPR membangun Proyek Bendung
Waeapo senilai Rp.2,2 triliun tanpa ganti rugi kepada pemilik lahan.
Buntutnya,
kunjungan rombongan Bank Dunia dan sejumlah pejabat dari Kantor Balai Wilayah
Sungai Kementrian PUPR di lokasi proyek itu sempat dihadang sejumlah masyarakat
pemilik lahan dipimpin Kaksodin Ali Wael pada pukul 10.30 WIT, Senin (15/4).
Kedatangan
rombongan dari pusat itu juga membawa dua perwakilan Bank Dunia, Mr, Yazuhiro Azuma dan Mr. Keduanya
berkewarganegaraan Jepang.
Perwakilan Bank
Dunia ini diajak ke lokasi proyek guna meyakinkan kalau proyek bendung itu
layak dibiayai mereka.
Namun baru
setengah jam berada di lokasi proyek dan sedang melihat peta proyek, rombongan
dikagetkan dengan kedatangan sekumpulan masyarakat adat di bawah pimpinan
Kaksodin Ali Wael.
Ali Wael
langsung menemui Irfan dan Dedi dari BWS. Tanpa tedeng aling-aling, ia meminta
agar segera dikeluarkan seluruh alat berat dari lokasi proyek.
Didengar dua
orang perwakilan dari Bank Dunia ini, Ali Wael mengaku merasa ditipu pihak BWS.
Namun keduanya tidak mengerti apa yang disampaikan Ali karena terhalang kendala
bahasa.
Saking emosinya
dan sambil marah-marah, Ali Wael nyaris menumpahkan kekesalannya dengan memukul
pegawai dari BWS.
Ia menanyakan
kepastian ganti rugi. Dan kenapa dari
pihak BWS tidak mendatangi dirinya dan juga masyarakatnya guna berkoordinasi
membicarakan masalah ganti rugi lahan yang terkena lokasi proyek.
Untuk itu di
hadapan rombongan dari Jakarta itu, dengan tegas Ali meminta agar seluruh alat
berat dikeluarkan dari lahan milik warganya itu.
"Apabila
tidak segera dikeluarkan, jangan salahkan kami. Akan kami bakar semua alat
berat di lokasi bangunan waeapo," katanya kesal sambil berlalu
meninggalkan rombongan.
Keterangan yang
berhasil dikumpulkan dari TKP menyebutkan, proyek Rp.2,2 triliun yang mulai
digarap tahun anggaran 2018 lalu itu, ternyata hingga kini belum ada ganti
rugi.
Beberapa kali
masyarakat adat pemilik lahan menuntut haknya. Namun pihak BWS hanya janji
melulu.
Kemarahan warga pemilik lahan memuncak, saat diketahui
rombongan dari Jakarta dan dua perwakilan dari Bank Dunia mengunjungi lokasi
proyek tersebut pada pukul 10.00 WIT.
Selang setengah
jam kemudian Kaksodin Ali Wael dkk muncul di lokasi proyek dan marah-marah
serta mengeluarkan ancaman membakar alat berat milik PT Hutama Karya yang
berada di lokasi proyek.
Gara-gara
didatangi Ali Wael dkk, rombongan yang sedianya akan berada lama di lokasi
proyek, akhirnya pulang pada pukul 10.50 wit.
Saat rombongan
berlalu, Ali Wael kembali membawa warganya dan memalang jalan masuk dengan
memasang sasi adat menuju lokasi proyek.
Ali berpesan
kepada PT Mandala Hutama Karya agar segera angkat kaki bersama peralatannya
dari lokasi lahan milik warga adat ini. Tidak boleh ada aktifitas bila belum
ada ganti rugi.
"Sebelum
ada pembayaran lahan atau berkordinasi ulang dengan pihak pemilik lahan, jangan
ada aktifitas di areal bendungan waeapo,"pesan Ali Wael.
"Dengan
adanya palang tanda larangan adat, namun
masih ada yang beraktifitas, apabila ada terjadi sesuatu, jangan
salahkan kami selaku pemilik lahan, karena kami sudah memberi peringatan dengan
cara pemasangan tanda larangan adat. Apabila mau beraktifitas kembali segera
menyelesaikan pembayaran kepada pemulik lahan," ingatkan Ali Wael.
Sementara itu,
Manajemen PT Hutama Karya yang dikonfirmasi perihal masalah itu, memilih
menutup diri. Beberapa karyawan yang ditemui berkilah bos mereka baru istirahat
dan tak bisa diganggu.
Sementara itu,
satu sumber terpercaya menyebutkan, proyek yang ditangani PT Hutama Karya ini
juga pernah didatangi BPKP Perwakilan Maluku belum lama ini.
Tim BPKP
menumukan fakta, kalau pekerjaan paket 1 fisiknya masih nol persen dan paket 2
baru mencapai empat persen.
Pekerjaan
berjalan seret, karena masalah lahan proyek milik masyarakat yang akan terpakai
seluas 500 ha itu tidak diberi ganti rugi. (SBS/11)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!