Oleh : Faisal
Amin Mamulaty
Presiden Joko
Widodo telah mengeluarkan perpu nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga
atas undang-undang nomor 1 tahun 2015, peraturan pemerintah pengganti
undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan
walikota menjadi undang-undang .
Perpu yang
lahir 4 mei 2020 mengatur lebih jauh kelanjutan pemilihan serentak gubernur,
bupati dan walikota tahun 2020 yang sebelumnya dijadwalkan akan dilaksanakan
pada tanggal 23 september 2020 ditunda oleh KPU pada tanggal 21 maret 2020
silam. Oleh karna adanya bencana nonalam corona virus disease (covid-19)
menjadi sebab KPU mengambil keputusan menunda tahapan sesuai Keputusan KPU
Nomor : 179/PL.02.Kpt/01/KPU/III/2020 tentang penundaan Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota Tahun 2020 dan disetujui oleh pemerintah dan DPR.
Dalam rangka
penundaan, KPU sebelumnya menawarkan 3 (tiga) opsi waktu pelaksanaan pemungutan
suara. Opsi tersebut yakni pemilihan serentak akan dilaksanakan pada tanggal 9
desember 2020, pada tanggal 17 maret 2021 dan pada tanggal 29 september 2021
dengan berbagai pertimbangan yuridis formal akan bencana nonalam yang sementara
melanda nusantara.
Setelah perpu
nomor 2 tahun 2020 keluar, penentuan waktu dengan kondisi bersyarat untuk
pemungutan suara akan dilaksanakan pada bulan desember 2020, maka perlu untuk
memahami isi perpu beserta akibat hukumnya yang muncul jika pemungutan suara
benar-benar dilaksanakan pada desember 2020 nanti. Hal ini yang menjadi kerja
keras KPU untuk memikirkan solusi dan alternative.
Kewenangan
menerbitkan perpu nomor 2 tahun 2020 oleh presiden tidak perlu lagi
diperdebatkan karena hal tersebut memang merupakan hak subjektif presiden. Pada
umumnya penilaian kita sama, dimana terdapat suatu kondisi objektif darurat
kesehatan masyarakat dan bencana nonalam penyebaran covid-19.
Perpu nomor 2
tahun 2020 dalam perspektif tata negara darurat lahir dari system single
sovereign executive. Indonesia dalam situasi darurat atau dalam bahasa
konstitusi UUD 1945 keadaan bahaya atau kegentingan yang memaksa, maka kesatuan
komando menjadi suatu yang sangat penting.
Dalam
kedudukan yang demikian, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
memiliki wewenag melakukan tindakan luar biasa agar kehidupan normal dapat
kembali dengan cepat. Kewenangan yang diperoleh dan dimiliki presiden tersebut
dalam logika konstituonal erat terkait dengan doktrin kedaulatan rakyat (the
sovereignty of the people)
Keadaan
genting dan bahaya tentunya hanya bersifat sementara waktu, hingga keadaan
darurat tidak membahayakan lagi warga negara. Sehingga menjadi tepat isi perpu
yang dikeluarkan oleh prisiden ketika membuat kondisi bersyarat atau criteria
minimum yang dibutuhkan untuk melanjutkan pelaksanaan pemilihan serentak 2020.
Cermati… ...
Mencermati isi
perpu nomor 2 tahun 2020 secara seksama, maka subtansi isi perpu tersebut
mengatur hal-hal pokok tentang :
Pertama. Dalam hal terjadsi bencana nonalam seperti penyebaran covid-19 hingga
mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan,
akan dilakukan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan; Kedua.
Pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan dimulai dari tahapan
penyelenggaraan pemilhan atau pemilihan serentak yang terhenti; Ketiga.
Keputusan untuk melanjutakan tahapan pelaksanaan pemilihan serentak menjadi
kewenangan KPU.
Keempat.
Penetapan penundaan pemilihan serantak serta pemilihan serentak lanjutan
dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPRD; Kelima.
Tata cara dan waktu pelaksanaan pemilihan serentak lanjutan diatur oleh KPU;
Keenam. Pemungutan suara serentak yang ditunda pada bulan desember 2020 akan
dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan kerena bencana nasional
nonalam (covid-19) belum berakhir; Ketujuh. Jika tidak dapat dilaksanakan
pemungutan suara serentak pada desember
2020, akan dijadwalkan kembali pemungutan suara setelah bencana nonalam
(covid-19) berakhir.
Beberapa
tahapan telah dilaksanakan oleh KPU, sehingga ketentuan perpu nomor 2 tahun
2020 dapat dibaca sebagai alas hokum atas keputusan KPU melakukan penundaan dan
juga alas hokum terhadap persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR.
Selanjutnya,
setelah diterbitkannya perpu nomor 2 tahun 2020. KPU memiliki kewenangan untuk
melanjutkan atau tidak melanjutkan tahapan pemilihan yang terhenti. Jika saja
opsi yang diambil KPU adalam melanjutkan tahapan pemilihan dengan waktu
pemungutan suara pada desember 2020 nanti maka tentu membutuhkan
persetujuanlagi dari Pemerintah dan DPR. Hal ini menggambarkan proses yang sama
halnya saat KPU memutuskan dilakukan penundaan.
Penetapan
bulan desember 2020 sebagai waktui pelaksanaan pemungtan suara menjadi penting
untuk menjamin kepastian penyelenggaraan pemilihan serentak lanjutan. Formula
pengaturan dalam perpu nomor 2 tahun 2020 telah benar dengan penerapan waktu
secara terbuka dan bersyarat
Argumentasi
konstitusionalnya didasarkan pada logika empiris bahwa hokum positif selalu
memiliki keterbatasan ruang dan waktu. Bila suatu ketika terjadi kebuntuan atau
covid-19 belum juga berakhir, maka untuk adanya kepastian hokum yang
berkeadilan harus dibuatkan suatu katup untuk pengecualian (there is no law
without exception).
Tentunya
pengecualian kapan berakhir atau tidaknya covid-19 tidak boleh ditafsirkan
secara menyimpang atau sewenang-wenang semata untuk kepentingan kelompok dan
juga tujuan tertentu. Karena dalam pengecualian yang dimaksud dalam perpu no 2
tahun 2020 ada nilai fundamental melebihi pertimbangan yuridis, politik
pragmatis, yakni nilai kemanusiaan dan keselamatan jiwa rakyat Indonesia.
Semenatara
dalam keadaan normal, menetapkan waktu secara definitive adalah prinsip yang
harus ditegakan. Namun dalam keadaan darurat penetapan waktu bersifat anomali.
Dimana harus ada pengecualian dan
bersyarat guna membuka kebuntuan hokum dan pencapaian keadilan. Karena jaminan
untuk masa berakhirnya bencana nonalam (covid-19) tidak ada yang bisa pridiksi,
disisi lain agenda pemilui secara konstitusional wajib dilakukan untuk menjaga
stabilitas politik Negara.
Dengan
ditetapkannya waktu pemungutan suara pada desember 2020, maka menurut penalaran
yang wajar terdapat tahapan akan dilaksanakan pada situasi pendemic. Dengan
demikian, yang terpenting saat ini adalah komitmen Negara dan seluruh aparatur
Negara yang terlibat dalam tahapan penyelenggaraan pemilihan. Inilah tantangan
sesungguhnya dalam desain besar penyelenggaraan pemilihan serentak pada masa
bencana nonalam pendemic covid-19. (OPINI)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!