Close
Close

Polisi Tak Lanjutkan Penyelidikan Dugaan Korupsi Tunjangan Transportasi Anggota DPRD Bursel

Namrole, SBS
Pihak Reskrimsus Polda Maluku yang sebelumnya getol melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi anggota DPRD Kabupaten Buru Selatan (Bursel) tahun 2017-2018, kini tak melanjutkan lagi, bahkan berencana menghentikan proses penyelidikan tersebut.


"Penyelidikan belum dilanjutkan dan ada kemungkinan akan dihentikan," kata Direktur Krimsus Polda Maluku, Kombes Eko Santoso melalui Kanit I Tipikor Ditkrimsus Polda Maluku, Kompol Gerak W ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Jumat (12/03).


Menurutnya, rencana penghentian penyelidikan itu didasari oleh langkah anggota DPRD dan mantan Anggota DPRD Kabupaten Bursel yang telah mengembalikan dugaan kerugian negara berdasarkan hasil audit BPK.


"Karena semua Anggota Dewan dan mantan Anggota Dewan telah mengembalikan dugaan kerugian negara yang ditemukan berdasarkan hasil Audit BPK ke Kas Daerah Pemda Buru Selatan," terangnya.


Kendati tak merincikan jumlah kerugian negara yang telah dikembalikan, namun pengembalian kerugian negara itu telah dilakukan setelah pihaknya melakukan penyelidikan atas kasus ini.


"2 minggu lalu. Bisa konformasi saja ke Kepala BPKAD Bursel," ucapnya.


Lanjutnya lagi, Tindak Pidana Korupsi itu ada beberapa unsur yang harus terpenuhi, yakni perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, koorporasi serta mengakibatkan kerugian negara.

"Kalau hanya salah satu unsur saja terpenuhi, maka tidak memenuhi unsur pasal Korupsi tersebut. Jadi harus utuh semua unsur terpenuhi," ucapnya.


"Kalau perbuatan melawan hukum terpenuhi tapi kalau negara ini sudah tidak rugi yah tidak bisa disidik atau dituntut lagi," tambanya.


Iapun menjelaskan, kalau pengembalian keuangan negara sudah dalam proses penyidikan, maka proses hukum tetap berjalan karena Pasal 4 UU Korupsi mengatakan bahwa pengembalian keuangan Negara tidak penghapus perbuatan.


"Kalau perkara DPRD Bursel masih rana penyelidikan sehingga untuk mau dilakukan Penyidikan lagi sudah tidak ada kerugian negara sebagai unsur utama Korupsi," tuturnya.


Sementara itu, Kepala BPKAD Kabupaten Bursel, Jeane Risambessy yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp maupun pesan singkat terkait jumlah kerugian negara yang telah dikembalikan oleh anggota DPRD dan mantan Anggota DPRD Kabupaten Bursel, ternyata tak merespon.


Sebagaimana diberitakan, Bendahara Barang Sekretariat DPRD Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Samsudin Tibi pasangan badan setelah kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi DPRD Kabupaten Bursel yang sementara dilirik Reskrimsus Polda Maluku diberitakan media.


Ia mencoba tampil sebagai pahlawan setelah berhasil terlibat bersama Sekwan, Hadi Longa dan belasan anggota DPRD Kabupaten Buru Selatan (Bursel) mengelabui BPK Perwakilan Provinsi Maluku dalam proses audit APBD Tahun 2018 yang dilaksanakan Tahun 2019 lalu dengan memanipulasi surat serah terima pengembalian mobil yang dicantumkan semuanya tanggal 4 September 2017. 


Padahal, faktanya hanya 1 orang anggota DPRD Bursel saja yang mengembalikan mobil dinas dan menandatangani surat serah terima pengembalian mobil dinas tepat tanggal 4 September 2017 dan baru menyusul 4 orang lagi yang menandatangani surat serah terima pada tanggal 11 Januari 2018 dan hanya 2 saja yang langsung mengembalikan mobil dinas secara fisik, sedangkan 2 lainnya dengan alasan masih di bengkel. Sementara lainnya, hingga tanggal 11 Januari 2018, bahkan ada yang hingga Januari 2021 baru mengembalikan mobil dinasnya.


Samsudin yang merasa terganggu dengan pemberitaan yang telah turut dikonfirmasi kepada Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Eko Santoso itu pun menghubungi wartawan media ini via mesengger dengan akun facebooknya, Saskia Olivia Putri dan menyampaikan protesnya.


"Beta cuma tanya saja, buktikan Pa Muhajir pakai Oto (Mobil-red) tahun 2017. Pa Mud (Muhammad Mukadar) juga, Pak Ismail (Ismail Loilatu), Pak Madoli (Ahmad Umasangadji). Buktikan itu kalau dong ada pakai Oto. Se (Kamu) lihat dong pakai Oto? Atau saksi sapa yang lihat dong pakai Oto. Beta sudah jelaskan ke BPK bahwa mobilnya tidak bisa dihadirkan di Kantor Bupati," kata Samsudin via mesengger, Senin (22/02).


Ia mengaku mobil mereka sudah rusak sebelum dirinya menjadi Bendahara Barang Sekretariat DPRD Kabupaten Bursel.

"Mobilnya sudah rusak sebelum Beta jadi bendahara lai," ucapnya.


Menurutnya, harusnya masalah ini ditanyai kepada dirinya agar dirinya bisa menjelaskan.

"Harusnya tanya kebenarannya bagaimana? Supaya berita yang ditampilkan itu jelas," ujarnya.


Dirinya menjelaskan bahwa Mobil Dinas Mahmud Mukadar sudah rusak sejak tahun 2015 dan bisa dicek di Bengkel Sagu Namrole. Sedangkan Mobil Ismail Loilatu sudah rusak tahun 2016. Namun, ia tidak menjelaskan soal kapan mobil Dinas Ketua DPRD Bursel, Muhajir Bahta dan Madoli rusak. Termasuk juga mobil mantan anggota DPRD, Masrudin Solissa dan Amir Faisal Souwakil.


Bahkan, ketika disinggung soal hanya 4 anggota DPRD yang menyusul menandatangani surat serah terima tanggal 11 Januari 2018 dan hanya 2 yang menyusul mengembalikan fisik mobil setelah hanya 1 orang yang menandatangani dan menyerahkan fisik mobil tanggal 4 September 2017. Sedangkan belasan anggota DPRD lainnya belum menandatangani dan menyerahkan fisik mobil hingga 11 Januari 2018, Samsudin enggan menjelaskannya. Ia mengarahkan wartawan hanya fokus kepada temuan BPK Perwakilan Maluku terhadap 6 orang anggota DPRD Bursel saja.


"Berarti 6 mobil yang kena laporan ini sebenarnya seng ada masalah to? Fokus itu dolo," katanya.


Wartawan yang coba kembali mengarahkan pertanyaan itu bahwa tidak hanya fokus pada 6 anggota DPRD itu, Samsudin lagi-lagi ngotot fokus ke 6 anggota DPRD saja dan menurutnya tidak ada masalah, kendati menjadi temuan BPK dan kini diusut Ditreskrimsus Polda Maluku.

"Sementara yang lain kan seng ada masalah di BPK. Fokus di 6 mobil ini," ucapnya.


Namun, wartawan yang meminta Samsudin memberikan keterangan yang jujur soal masalah itu dan tidak terfokus pada 6 mobil dinas 6 anggota DPRD saja, tapi untuk belasan anggota DPRD. Karena sesuai keterangan Sekwan, Hadi Longa tanggal 11 Januari 2018 lalu hanya 4 anggota DPRD yang menyusul menandatangani surat serah terima tanggal 11 Januari 2018 dan hanya 2 yang menyusul mengembalikan fisik mobil setelah hanya 1 orang yang menandatangani dan menyerahkan fisik mobil tanggal 4 September 2017. Sedangkan belasan anggota DPRD lainnya belum menandatangani dan menyerahkan fisik mobil hingga 11 Januari 2018, Samsudin enggan untuk menjelaskannya. "Fix. Selesai," ucapnya.


Terkait itu, sumber media ini di DPRD Bursel yang enggan namanya dikorankan menjelaskan bahwa Samsudin turut terlibat memanipulasi surat serah terima pengembalian mobil dinas untuk membantu anggota DPRD mengelabui BPK saat pemeriksaan.


"Samsudin pasti pasang badan, karena dia turut memanipulasi surat serah terima yang dibuat tanggal 4 September 2017. Padahal tidak demikian. Sebab, hanya 1 saja anggota DPRD yang tanda tangan dan serahkan fisik mobil tanggal 4 September 2017. Lalu tanggal 11 Januari itu ada 4 anggota DPRD yang tanda tangan yang tanda tangan serah terima, tapi hanya 2 yang serahkan fisik mobil," kata sumber.


Itu berarti, lanjutnya, sisa anggota DPRD belum tanda tangan dan serahkan fisik mobil sampai tanggal 11 Januari 2018. Bahkan, ada yang baru kembalikan mobil dinas bulan Januari 2021. 


"Nah, disini pintu masuknya, mengapa semua surat serah terima itu tanggal 4 September 2017 sesuai batas yang diisyaratkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Inikan ada proses manipulasi. Ini yang harus digali oleh penyidik Reskrimsus Polda Maluku, sebab kerugian negara sebenarnya cukup besar," paparnya.


Soal, mobil dinas Ketua DPRD, Muhajir Bahta yang saat itu sebagai anggota DPRD Bursel yang dinyatakan rusak oleh Samsudin, sumber ini mengatakan, Mobil Dinas yang digunakan Muhajir Bahta tak hanya 1, tapi 2.


"Pak Ketua tidak pakai 1 mobil saja, tapi selain mobil dinas dari Sekretariat DPRD, Pak Ketua juga pakai 1 mobil Avanza putih dari Sekretariat Daerah. Itu mulai dipakai saat Sekda dijabat oleh Pak Sahroel Pawa," jelasnya.


Menurut sumber, Samsudin, Sekwan, Ketua dan anggota DPRD maupun mantan anggota DPRD belum jujur saja dan masih mencoba menutupi dugaan korupsi tersebut.


"Kalau mereka mau jujur kepada Allah, leluhur dan masyarakat di daerah ini. Mereka pasti akan jujur di depan penyidik. Tapi pasti mereka juga tidak berani jujur. Namun, kami yakin penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku tak bisa mereka kibuli," paparnya.


Untuk diketahui, pihak Reskrimsus Polda Maluku membidik kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi anggota DPRD Buru Selatan (Bursel) tahun 2017-2018.

Sumber terpercaya di DPRD Kabupaten Bursel, Sabtu (21/02) menjelaskan Ketua DPRD Kabupaten Bursel, Muhajir Bahta telah diperiksa penyidik Reskrimsus Polda Maluku atas kasus yang menurut temuan BPK telah merugikan keuangan negara miliaran rupiah tersebut.


"Pak Ketua DPRD Muhajir Bahta sudah diperiksa sejak pekan lalu terkait kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi anggota DPRD Kabupaten Bursel. Setelah itu, Pak Ketua sempat kembali ke Namrole, tetapi kemudian kembali lagi ke Ambon, mungkin untuk kelanjutan pemeriksaan," kata sumber yang enggan namanya dipublikasi tersebut.


Menurutnya, Muhajir yang adalah Ketua DPC Partai Nasdem Kabupaten Bursel cukup pusing ketika kasus ini diusut oleh Reskrimsus Polda Maluku.

"Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, maka seluruh mobil Dinas sudah harus dikembalikan sejak tanggal 4 September 2017. Tetapi, bukannya dikembalikan, Pak Ketua yang sejak saat itu masih berstatus anggota DPRD malah menggunakan 2 mobil dinas, yaitu 1 dari Sekretariat DPRD dan 1 dari Sekretariat Daerah," jelasnya.


Tambahnya, Muhajir bersama anggota DPRD Kabupaten Bursel, Anselany Seleky dan dua mantan anggota DPRD Bursel, yakni Sedek Titawael dan almarhum Thaib Souwakil baru menandatangani berita acara serah terima pengembalian mobil dinas tanggal 11 Januari 2018. Berita acara itu dibuat dengan tanggal mundur, yakni tanggal 4 September 2017 supaya mereka bisa menikmati tunjangan transportasi sejak bulan September 2017 hingga Desember 2017.


"Jadi, tanggal 11 Januari 2018 itu pun Anselany Seleky dan Sedek Titawael yang mengembalikan mobil dinas secara fisik. Sedangkan Muhajir Bahta dan Thaib Souwakil tidak mengembalikan mobil dinas secara fisik. Bahkan, Muhajir menggunakan 1 mobil lagi dari Sekretariat Daerah," paparnya.


Namun, lanjut sumber, sejak pekan kemarin penyidik Reskrimsus Polda Maluku baru memeriksa Muhajir bersama 2 anggota DPRD lainnya, yakni Ahmad Umasangadji, Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bursel dan Ismail Loilatu, Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Bursel.


"Selain Pak Ketua, dua anggota DPRD Kabupaten Bursel lainnya yang turut diperiksa pekan lalu ialah Ahmad Umasangadji dan Ismail Loilatu," ungkapnya.


Lanjutnya lagi, selain ketiganya, ada tiga orang mantan anggota DPRD Kabupaten Bursel periode 2014-2019 yang turut dibidik dalam kasus ini.

"Sesuai hasil temuan BPK, bukan hanya Muhajir Bahta, Ahmad Umasangadji dan Ismail Loilatu saja yang menerima tunjangan transportasi tanpa mengembalikan kendaraan, tetapi 3 mantan anggota DPRD Kabupaten Bursel lain, yakni Masrudin Solissa dari PPP, Amir Faizal Souwakil dari Gerindra dan Mahmud Mukadar dari PKS juga infonya turut menikmati. Tapi apakah mereka sudah diperiksa atau belum, saya belum bisa pastikan," katanya.


Sedangkan sumber lain yang enggan namanya dipublikasi pun menjelaskan bahwa sebenarnya bukan hanya keenam orang itu saja yang diduga telah menikmati uang haram tahun 2018, tetapi tunjangan itu turut dinikmati oleh 16 orang anggota DPRD Kabupaten Bursel sejak September 2017.

"Tunjangan transportasi itukan dibayarkan Tahun 2018, tetapi anggota DPRD saat itu terima tunjangan mereka terhitung mulai bulan September 2017. Sedangkan, yang harus menerima tunjangan full sejak September 2017 itu hanya Sami Latbual, karena Sami saja yang mengembalikan mobil dinas tepat tanggal 4 September 2017 sesuai Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD," jelas sumber ini.


Sedangkan, lanjut sumber, Anselany Orpa Seleky dan Sedek Titawael baru membuat berita acara serah terima pengembalian mobil dinas dan menyerahkan mobil dinas secara fisik tanggal 11 Januari 2018. Sementara Muhajir dan almarhum Thaib Souwakil hanya membuat berita acara serah terima pengembalian mobil dinas tanggal 11 Januari 2018 tanpa menyerahkan fisik mobil.


"Itu sesuai pemberitaan sejumlah media sejak 11 Januari 2018 lalu. Dalam berita-berita itu sesuai pernyataan Pak Sekwan, Hadi Longa kepada wartawan," paparnya.


Dengan demikian, lanjutnya, untuk bisa menikmati tunjangan transportasi sejak bulan September 2017, maka ada kongkalikong antara belasan anggota DPRD Kabupaten Bursel dengan Sekwan dengan Bendahara.

"Polisi harus jelih menggali informasi ini. Sebab, jika Pak Sekwan, Pak Bendahara dan belasan anggota DPRD Kabupaten Bursel mau jujur kepada Allah, leluhur dan daerah ini, maka sebenarnya mereka telah melakukan pembohongan dengan membuat semua berita acara serah terima pengembalian mobil dinas tertanggal 4 September 2017. Padahal, faktanya penandatangan berita acara dan pengembalian mobil dinas itu baru dilakukan tanggal 11 Januari 2018, bahkan ada mantan anggota DPRD yang baru mengembalikan mobil dinas pada Januari 2021 lalu," paparnya.


Sementara itu, Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Eko Santoso yang dikonfirmasi perihal pemeriksaan terhadap Muhajir Bahta Cs atas kasus dugaan tunjangan transportasi itu membenarkannya. Namun, ia belum mau banyak berkomentar.

"Kasusnya masih dalam lidik, kami belum berani komentar," kata Santoso.


Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya, Dana sebesar Rp. 1.120.000.000 terancam bocor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bursel Tahun 2018, khususnya pada Sekretariat DPRD Kabupaten Bursel.

Dana dimaksud ialah dana tunjangan transportasi anggota DPRD Kabupaten Bursel yang semestinya tidak diterima oleh sebagian besar wakil rakyat di lembaga itu lantaran belum mengembalikan Mobil Dinas hingga 11 Januari 2018. Padahal, pengembalian itu sudah harus dilakukan paling lambat 4 September 2017 lalu.


Namun, nyatanya selain tiga pimpinan DPRD yang tetap difasilitasi Mobil Dinas, ternyata hanya satu anggota DPRD Bursel atas nama Sami Latbual yang telah mengembalikan Mobil Dinas sebagai tindak lanjut Surat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bursel Syahroel Pawa sebagai respon atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diundangkan tanggal 2 Juni 2017 lalu.


Sementara, hingga Kamis, 11 Januari 2017 baru empat anggota DPRD lagi yang turut mengembalikan Mobil Dinas ke Sekretariat DPRD Bursel. Yakni Thaib Souwakil, Muhajir Bahta, Orpa Anselany Seleky dan Sedek Titawael.

“Baru kurang lebih lima. Terdiri dari Pak Thaib Souwakil, Pak Muhajir Bahta, Ibu Orpa Anselany Seleky, Pak Sedek Titawael dan Pak Sami Latbual yang dikembalikan sampai saat ini. Jadi, yang dulu baru dikembalikan per September 2017 itu baru Pak Sami dan baru dikembalikan 2018 baru empat orang tadi saya sebutkan,” kata Sekretaris DPRD Bursel Hadi Longa kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis 11 Januari 2017 lalu.


Lanjutnya, selain Mobil Dinas Sami Latbual yang fisiknya telah diserahkan ke Sekretariat DPRD Bursel bersamaan dengan penandatanganan berita acara pengembalian sejak 4 September 2017 lalu, dua mobil dinas lainnya, yakni milik Sedek Titawael dan Anselany Seleky yang telah mengembalikan fisik mobil dinas ke Sekretariat DPRD setempat.


“Jadi sudah terhitung lima Mobil Dinas yang telah dikembalikan ke Sekretariat DPRD. Selain milik Pak Sami, dua yang sudah diserahkan disini dan dua sudah ada di bengkel dan kami sudah mengecek langsung ke bengkel yang punya Pak Muhajir dan Pak Thaib,” ungkapnya.


Longa menjelaskan bahwa sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka tunjangan transportasi itu akan dapat dibayarkan ketika para anggota DPRD mengembalikan Mobil Dinas secara fisik dengan menandatangani berita acara penyerahan kepada Badan Pengelola Aset Daerah.


“Konsekuensi tidak memberikan mobil, dan berita acara yang telah kami siapkan maka hal-hal yang menyangkut tunjangan transportasi tidak akan kami bayarkan,” ucapnya.


Dirinya mengaku, dari 17 unit Mobil Dinas yang harus dikembalikan, masih terisa 12 unit mobil lagi yang belum dikembalikan.

Longa mengaku tunjangan transportasi para anggota DPRD Bursel yang harus dibayarkan itu terhitung sejak 1 September 2017 lalu. Dimana anggarannya telah terakomodir di APBD Kabupaten Bursel.


“Sesuai APBD 2018, itu transportasi terhitung sejak 1 September 2017 sesuai PP 18 Tahun 2017. Apakah dikembalikan ataukah tidak, tapi anggarannya sudah ditampung di APBD Tahun 2018. Ia tetap dibayarkan,” ucapnya.


Sementara itu, dari sumber terpercaya di DPRD Bursel mengaku bahwa saat ini sejumlah anggota DPRD yang telah mengembalikan Mobil Dinas sejak September, baru mengembalikan maupun yang belum mengembalikan lagi sibuk-sibuknya untuk mendapatkan tunjangan transportasi yang ditaksir per bulannya mencapai Rp. 14 juta itu.


“Mereka lagi sibuk untuk memperoleh tunjangan transportasi. Satu bulan itu satu orang memperoleh Rp. 14 jutaan. Tetapi nanti di potong pajak, jadi tersisa per orang itu Rp. 11.900.000 per bulan,” katanya.


Sumber ini mengaku bahwa seharusnya tunjangan transportasi para wakil rakyat yang tidak mengembalikan kendaraan dinas sejak 4 September 2017 lalu tidak berhak mendapatkan tunjangan transportasi bulan September hingga Januari 2018 ini yang berkisar sekitar 70 juta per orang.


“Kalau mereka tidak mengembalikan Mobil Dinas sejak 4 September 2017 lalu dan menerima tunjangan transportasi sejak September sampai Januari 2018 ini, maka itu korupsi,” ucapnya.


Ia merincihkan, jika nantinya tunjangan transportasi dibayarkan kepada 16 anggota DPRD Bursel yang baru mengembalikan kendaraan Dinas pada bulan Januari 2018 dan yang belum mengembalikan Mobil Dinas dengan hitungan tunjangan transportasi mulai September 2017 sampai Januari 2018, maka dipastikan akan terjadi kebocoran APBD Tahun 2018 sebesar Rp. 1.120.000.000.


“Kalau per bulannya itu satu anggota DPRD memperoleh Rp. 14.000.000 dan dalam jangka waktu lima bulan itu Rp. 70.000.000, maka kalau 16 anggota DPRD mendapatkan tunjangan tersebut, itu berarti ada kebocoran anggaran sebesar Rp. 1.120.000.000,” urainya.


Namun, lanjutnya, apabila anggaran ini tetap dibayarkan kepada para anggota DPRD yang dianggab tidak berhak menerimanya, maka itu merupakan temuan alias korupsi. (SBS/Tim)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

Previous Post Next Post