Namlea, SBS
"Persoalan jabatan Koordinator Komisi di DPRD Buru melanggar tata tertib," beber Ahmad Belasa dan Ambo Kolengsusu kepada para wartawan usai menyampaikan surat pengaduan tertulis, Jumat (19/8/2022).
Pengaduan di hari Jumat keramat oleh dua Advocaat Muda ini adalah yang kedua setelah di Jumat keramat lalu, keduanya mewakili kiennya Anggota DPRD Buru asal Partai Demokrat, Erwin Tayana juga menyampaikan pengaduan perihal pemberhentian Erwin sebagai Ketua Fraksi Bupolo yang dinilai melanggar tatib.
"Kami meminta Badan Kehormatan (BK) menindaklanjuti laporan tersebut, melakukan penyelidikan, klarifikasi, verifikasi sesuai tatib, baik internal, maupun ekternal," pinta Belasa dan diiyakan rekannya Ambo Kolengsusu.
Mereka menegaskan, bahwa persoalan penambahan jabatan itu masih terkait dengan PP Nomor 12, sehingga Badan Kehormatan (BK) diminta memaksimalkan laporan yang pertama terkait dengan pemberhentian Erwin Tanaya sebagai Ketua Fraksi Bupolo dan juga laporan di Jumat keramat ini.
Mereka berharap, BK bekerja maksimal menindaklanjuti dua laporan itu, sebab pengadaan jabatan baru koordinator Komisi I, II, dan III ada kaitannya dengan anggaran.
"Mengapa? Karena kerja-kerja komisi itu pos anggarannya dari APBD II," tandas Belasa.
Keduanya meminta BK harus melakukan penyelidikan, klarifikasi dan verifikasi kepada pihak terkait, mulai terhadap Sekwan, bendahara umum, bendahara rutin, juga terhadap para pimpinan DPRD dan semua jabatan terkait.
BK diminta pula memproses aduan dan dilakukan secara maksimal, serta terbuka.
"Karena DPRD adalah lembaga publik, maka proses penegakan hukum oleh Badan Kehormatan DPRD harus terbuka, diliput oleh media dan bisa diakses oleh publik," akhiri Belasa.
Selanjutnya, informasi yang berhasil dihimpun awak media lebih jauh menyebutkan, Ahmad Belasa dan Ambo Kolengsusu dari Kantor Advocaat Ahmad Belasa SH dan rekan melayangkan surat pengaduan kedua yang ditujukan kepada Pimpinan DPRD Buru cq Badan Kehormatan DPRD Buru.
Guna mendukung aduannya, ikut dilampirkan bukti Surat Keputusan DPRD Buru Nomor 08 tahun 2022 tanggal 22 Juni 2022, tentang Perubahan Komposisi Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Buru masa jabatan 2019-2024.
Isi pengaduan, tentang Dugaan Pelanggaran Tatib DPRD Kab. Buru. Dasar Pengaduan, 1). Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, 2).
Selanjutnya Peraturan pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota, 3). Peraturan DPRD Kabupaten Buru Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD.
Diuraikan, ada Surat Keputusan DPRD Kabulaten Buru Nomor 08 tahun 2022 tentang Perubahan Komposisi Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Buru masa jabatan 2019-2024.
Pada surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam struktur dan komposisi pimpinan dan keanggotaan komisi, telah dibentuk satu jabatan baru yang sesungguhnya tidak diatur di dalam tata tertib maupun pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota.
Disebutkan, pasal 123 ayat (1 dan 2 ) berbunyi : Ayat (1) “ Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD”.
Kemudian Ayat (2) " Setiap anggota DPRD, kecuali pimpinan DPRD, menjadi anggota salah satu komisi “.
Ditegaskan dalam surat aduan ini, bahwa secara yuridis pasal 123 ayat (2) Peraturan DPRD Kabupaten Buru Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD memberikan penegasan bahwa pimpinan DPRD dilarang menduduki jabatan apapun pada komisi.
Faktanya, pada komposisi komisi I, II dan Komisi III, pimpinan DPRD ditetapkan dalam Surat Keputusan DPRD Kabupaten Buru Nomor 08 tahun 2022 tentang Perubahan Komposisi Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Buru masa jabatan 2019-2024 sebagai “ Koordinator Komisi”.
Akibat dari pengadaan jabatan “ koordinator komisi “yang tidak berpayung hukum tersebut, menyebabkan munculnya pembengkakan penggunaan anggaran untuk kepentingan kerja-kerja komisi yang tidak sesuai prosedur dan peruntukannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi dalam laporan penggunaan anggaran komisi.
"Pada prinsipnya, setiap jabatan apapun adalah berkonsekuensi anggaran, maka perbuatan mengadakan jabatan “Koordinator Komisi," yang menabrak kehendak Tata Tertib DPRD tersebut merupakan perbuatan yang tidak terbatas pada pelanggaran administrasi, akan tetapi perbuatan tersebut menguras anggaran," soalkan Belasa dan Kolengsusu.
Setiap penggunaan anggaran negara dalam bentuk apapun dan sebesar apapun harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan karena pertanggungjawaban adalah merupakan proses awal guna mewujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas itu.
Karena itu, Badan Kehormatan DPRD Buru sesuai mekanisme yang tertuang dalam tata tertib DPRD diminta agar Segera memanggil pimpinan DPRD untuk diperiksa atas pelanggaran dimaksud.
Segera melakukan fungsi penyelidikan sesuai pasal 142 atas Dasar konstitusional pengadaan jabatan “Koordinator Komisi” pada komposisi komisi sebagaimana tercantum pada Surat Keputusan DPRD Kabupaten Buru Nomor 08 tahun 2022 tentang Perubahan Komposisi Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Buru masa jabatan 2019-2024.
Kemudian melakukan penyelidikan lanjutan terhadap mekanisme penganggaran dan pembiayaan pada komisi guna mengetahui standar prosedur pembiayaan normal dan standar prosedur khusus pembiayaan terhadap segala bentuk aktivitas komisi baik internal maupun eksternal, serta terhadap besar kecilnya sistim pembayaran perjalanan komisi baik terhadap anggota, pimpinan dan koordinator komisi.
Melakukan penyelidikan terhadap dokumen terkait, tanggal terkait, serta perjalanan dan kegiatan terkait komisi kepada semua pihak yang berhubungan dengan kerja-kerja komisi (Pasal 142 huruf a dan b Tatib).
"Terdapat kurang lebih 22 item kegiatan komisi, maka terdapat pula 22 item pembiayaan kegiatan komisi yang patut dilakukan penyelidikan," sambung dua advokat muda ini.
Dimintakan pula, bahwa segala bentuk keputusan, hasil-hasil kerja komisi maupun surat-surat yang ditandatangani oleh koordinator komisi agar dalam penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi nantinya oleh BK DPRD dan demi hukum harus mengeluarkan rekomendasi eksternal kepada Kejaksaan Negeri Namlea dan rekomendasi eksternal kepada Polres Pulau Buru.
"Agar segala bentuk dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan kewenangan dan penandatanganan surat-surat penting harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut," Lantang kedua pengacara muda ini.
Keduanya mengingatkan, bahwa akibat adanya jabatan “Koordinator Komisi” berpotensi tinggi terjadinya penyalahgunaan anggaran, maka terhadap penyalahgunaan dimaksud, BK DPRD tidak sampai menyalahgunakan, menyembunyikan atau membuat hasil penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi menjadi tidak dapat diakses oleh kepentingan hukum yang berwenang untuk hal dimaksud.
Diakhir surat aduan, Belasa dan Kolengsusu juga meminta BK DPRD agar mengusulkan pemberhentian dari pimpinan alat kelengkapan DPRD. (LO)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!