Namrole,
SBS.
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buru
Selatan (Bursel) baru memasuki tahapan proses pemeriksaan kesehatan kedua
pasangan calon, namun ternyata telah berdampak pada dimutasikannya lebih dari
40 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pendukung pasangan calon Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Bursel, Hakim Fatsey-Anthon Lesnussa (HIKMAT).
Dimana, sejumlah PNS yang diketahui mendukung
pasangan mantan Sekda Bursel dan Sekda Manokwari itu langsung dimutasikan dari
Namrole ke sejumlah kecamatan, terutama ke Kecamatan Ambalau, Kecamatan Leksula
maupun Kecamatan Kepala Madan.
Sejumlah Surat Keputusan (SK) mutasi itu ditanda
tangani langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bursel, Mahmud
Souwakil atas nama Bupati Kabupaten Bursel, Tagop Sudarsono Solissa.
Dimana, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Ngeri Sipil (PNS) dan Surat Edaran Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
B/2355/M.PANRB/07/2015 tentang Netralitas ASN dan Larangan Penggunaan Aset
Pemerintah dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak, maka seluruh PNS dilarang
untuk terlibat dalam politik praktis dan jika terlibat bisa dikenakan sanksi
ringan berupa teguran, sanksi sedang berupa mutasi dan sanksi berat berupa
pemecatan dan juga pidana.
Disisi yang lain, perlu diingat juga bahwa batas
waktu mutasi berdasarkan pasal 71 ayat (2) Undang Undang No 8 Tahun 2015 atas
perubahan Undang Undang No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada bahwa mutasi dilakukan
minimal enam bulan sebelum pelaksanaan Pilkada.
Apalagi, ada pemberlakuan atau penerapan aturan yang
tebang pilih oleh pemerintah Kabupaten Bursel, utamanya Sekda, Mahmud Souwakil
dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Diklat Kabupaten Bursel, AM
Laitupa.
Betapa tidak, ketika ditelusuri, ternyata lebih dari
40 orang PNS yang dimutasi dengan SK yang ditanda tangani oleh Sekda adalah
pendukung pasangan HIKMAT. Hal ini merupakan praktek tebang pilih dalam
penerapan aturan, sebab tidak setidikit pula PNS yang terlibat secara langsung
dalam berbagai praktek politik untuk mendukung pasangan Tagop Sudarsono
Suolisa-Buce Ayub Seleky (TOP-BU). Bahkan, para PNS ini berani tampil tanpa
rasa takut, sebab yang mereka dukung adalah pasangan inchumbent atau petahana.
Sebagai contoh, PNS yang dengan nyata-nyata
mendukung TOP-BU adalah Camat Kecamatan Waesama, Muhammad Jafar Souwakil.
Dimana, saat Deklarasi pasangan TOP-BU di Lapangan Sepak Bola Desa Elfule, Selasa
(28/7), sang Camat turut menghadiri Deklarasi itu, bahkan terlihat berdiri tak
jauh dari panggung dimana pasangan TOP-BU ada.
Bahkan, pada kesempatan itu, Arsyad Souwakil selaku
MC dari proses deklarasi itu pun beberapa kali turut menyebut Pak Camat Waesama
karena kehadirannya di lokasi itu. Bahkan Camat Waesama pun diminta untuk
menyanyikan sebuah lagu, walaupun kemudian menolak karena malu hati.
Terkait persoalan itu, Kepala BKD dan Diklat
Kabupaten Bursel yang hendak di konfirmasi di Kantor Bupati menolak untuk
memberikan keterangan ketika dimintai kesediaannya untuk diwawancarai. “Belum bisa,” ucapnya singkat kepada wartawan di depan kantornya seraya melangkah
masuk ke ruangan kantornya.
Sementara itu, persoalan ini turut mengundang
anggota Fraksi Partai Gerindra di DPRD Kabupaten Bursel, Faizal Souwakil angkat
bicara mempertanyakan pihak eksekutif atas praktek tebang pilih itu.
“Saya berharap penerapan aturan itu seharusnya tidak
tebang pilih, sebab apa pun alasan pemerintah daerah dalam rangka penegakan
aturan, momentnya pas dengan pelaksanaan Pilkada, maka penilaian masyarakat
bahwa ada tebang pilih terkait dengan kepentingan menghadapi Pilkada 2015,”
kata wakil rakyat asal dapil Kecamatan Waesama-Ambalau itu usai Paripurna
Penyerahan 18 Ranperda dari pihak eksekutif kepada legislatif di Ruang
Paripurna DPRD Kabupaten Bursel, Jumat (31/7) malam.
Apalagi, lanjutnya, proses mutasi yang dilakukan itu
terhadap puluhan PNS di lingkup Pemkab Bursel dan terkesan atas dasar like and dislike dan bukan semata-mata
pada proses penegakan hukum.
“Kami tidak mempunyai tendensius apa-apa, tetapi
kami berharap bukan hanya ketika menghadapi Pilkada ini saja, tetapi seharusnya
dilakukan sejak proses pemerintahan ini berjalan,” paparnya.
Menurut Faizal, dirinya memang baru melihat secara
langsung 1 SK mutasi yang telah diterbitkan oleh Sekda atas nama Bupati, tetapi
dari informasi yang didapatkan pihaknya, ternyata ada lebih dari 40 orang PNS
yang harus menanggung dampak Pilkada Bursel dan terhempas ke wilayah kecamatan
lain.
Dirinya mengaku bahwa ada sikap aneh yang
ditunjukkan oleh pihak eksekutif, sebab ada sejumlah pejabat esalon yang tidak
melaksanakan tugas berbulan-bulan, tetapi tidak pernah dikenakan sanksi apa-apa,
tetapi mendekati Pilkada Bursel, pihak eksekutif malah memutasi puluhan PNS
karena faktor like and dislike.
“Ini hanya karena hal-hal yang sepele, lalu bagi
pejabat yang selama ini meninggalkan daerah berbulan-bulan tanpa ada alasan
yang jelas, konsekuensinya seperti apa,” tanyanya.
Walau begitu, pihaknya sementara mempelajari aturan
lain yang melarang calon petahana melakukan mutasi terhadap PNS, enam bulan
sebelum pelaksanaan pilkada tersebut.
“Kalau terkait dengan aturan yang melarang untuk
melakukan mutasi enam bulan sebelum Pilkada, hal itu akan kami telusuri karena
kita akan mengkaji secara intens apa yang menjadi landasan penegakan aturan
dimaksud,” paparnya. (SBS-02)
إرسال تعليق
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!