Metrotvnews.com,Jakarta: Mahkamah
Konstitusi memutuskan, daerah yang hanya mempunyai satu pasangan calon kepala
daerah dapat mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak Desember 2015.
MK berpandangan, pemilihan kepala daerah wujud dari pelaksanaan kedaulatan
rakyat, dalam hal memilih dan dipilih. Jadi, harus ada jaminan Pilkada kudu
terselenggara.
"MK
mengabulkan permohonan pengujian UU Pilkada yang dimohonkan Effendi Gazali dan
menyatakan Pasal 49 Ayat (9), Pasal 50 Ayat (9), UU Pilkada inkonstitusional
bersyarat," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan keputusan pada
sidang pleno di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa
(29/9/2015).
MK
beralasan, ketentuan pada Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Kepala
Daerah yang menyaratkan pemilihan kepala daerah harus diikuti lebih dari satu
pasangan calon, apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, berpotensi pilkada
ditunda atau gagal terselenggara. Hal itu tentunya merugikan hak
konstoitusional warga untuk memilih dan dipilih.
"Penyelenggara
pemilu dapat membuka kembali pendaftaran pasangan calon kepala daerah setelah
tiga hari sebagaimana yang ditetapkan terlampaui, namun tetap hanya ada satu
pasangan calon," imbuh dia.
Di
samping itu, MK pun menetapkan Pasal 52 Ayat 2 dan Pasal 51 Ayat 2 UU Pilkada.
Sehingga penyelenggara pemilu harus menetapkan satu pasangan calon dalam hal
hanya terjadi satu pasangan.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah tidak sependapat dengan mekanisme bumbung kosong dalam hal hanya ada satu pasangan calon kepala daerah. Menurut mahkamah, bagi daerah hanya diikuti satu pasangan calon lebih tepat dengan meminta pemilih menentukan pilihan “Setuju” atau “tidak setuju “ dengan pasangan calon tersebut.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah tidak sependapat dengan mekanisme bumbung kosong dalam hal hanya ada satu pasangan calon kepala daerah. Menurut mahkamah, bagi daerah hanya diikuti satu pasangan calon lebih tepat dengan meminta pemilih menentukan pilihan “Setuju” atau “tidak setuju “ dengan pasangan calon tersebut.
"Apabila
suara rakyat lebih memilih setuju, pasangan calon dimaksud ditetapkan menjadi
kepala daerah. Sebaliknya apabila suara lebih banyak “tidak setuju”, pemilihan
ditunda hingga pilkada selanjutnya,” ucap Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan
pertimbangan hukum.
Pada
sidang tersebut, hakim konstitusi Patrialis Akbar memiliki padangan berbeda
(dissenting opinion) dengan delapan hakim lainnya. Menurut pendapatnya pilkada
bukan merupakan referendum tapi pilihan dari beberapa pilihan.
"Jika
dibenarkan adanya calon tunggal, MK sudah melebihi kewenangan dari pembuat
undang-undang," katanya.
Dia juga berpadangan, tidak terpenuhinya minimal
dua pasangan calon dalam pilkada di satu daerah, sambung Patrialis merupakan
tanggung jawab dari partai politik karena tidak bisa menjalakan fungsi utamanya
dalam hal rekrutmen politik.
(Metrotvnews.com)
إرسال تعليق
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!