Close
Close

YPPM : Pemotongan Dana Revolving Fund Murni Untuk Beli Pupuk


Namrole, SBS.
Pihak Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku mengaku bahwa memang ada pemotongan sejumlah dana Solid dari ratusan kelompok pertanian di Kabupaten Buru Selatan (Bursel), namun bukan untuk memperkaya pihak pengelola atau pun pendamping dana Revolving Fund (RF) tersebut. Namun, murni untuk membeli pupuk bagi kelompok-kelompok pertanian itu.
“Uang itu bukan sebenarnya bukan di potong, tapi di pungut karena inikan proses pendampingan dan pemberdayaan oleh LSM. Jadi, uang itu di pungut untuk kepentingan pembelian pupuk,” kata  Direktur YPPM Maluku, Abdulgani Fabanjo kepada Suara Buru Selatan via telepon selulernya, Jumat (19/2) menanggapi pemberitaan media ini sehari sebelumnya.
Fabanjo menjelaskan bahwa dalam satu kelompok itu ada 15 orang dan sata pencairan itu memang ada pemotongan per orang sebesar Rp. 330.000 atau per kelompok sebesar Rp. 4.950.000.
“Dalam satu kelompok itu ada 15 orang dan masing-masing orang berhak memperoleh dana sebesar Rp. 1.200.00 dan yang di pungut itu sebesar Rp. 330.000 per orang atau Rp. 4.950.000 per kelompok dan murni untuk beli pupuk,” terang Pabanjo.
Menurutnya, jika dana tersebut diserahkan seluruhnya kepada para kelompok tani, maka pihaknya meragukan para petani akan membeli pupuk.
“Kenapa di pungut untuk dibelanjakan, karena untuk kepentingan membeli pupuk. Karena kalau dikasih untuk masyarakat beli juga repot karena mereka mau beli dimana, pasti mereka tidak akan seragam. Jadi, yang dampingi adalah saya punya fasilitator dan kita fasilitasi untuk beli pupuk saja. Jadi, tidak benar disunat untuk memperkaya diri,” tandasnya.
Dirinya mengaku bahwa terkadang para petani juga kurang paham tentang mekanisme yang ada sehingga salah dalam memberikan tanggapan atas proses yang terjadi.
“Mereka kadang tahu bahwa dapat uang itu harus keseluruhan tanpa tahu ada persyaratan-persyaratan tertentu untuk beli bibit, beli pupuk. Tetapi, kalau kitaa lepas semua, maka tidak ada yang betul semua. Makanya kita fasilitasi untuk kumpul dan belanjakan pupuk untuk diserahkan kepada mereka,” ujarnya.
Namun begitu, dirinya mengaku senang karena media turut mengawasi proses penyaluran dana itu kepaada masyarakat.
“Tapi, saya senang juga karena ada yang mengawal dan punya kepedulian. Bagusnya seperti ini juga supaya semua orang punya mataa terbuka bahwa aada program dan ada dana yang dikelola untuk masyarakat. Jadi, kontrol itu penting,” tuturnya.
Sementara itu, Asisten Monitoring dan Evaluasi Sukri Saha dan Asisten Gender Eny Latuwael kepada Suara Buru Selatan di Namrole pun mengaku bahwa pihaknya melakukan pemotongan, tapi bukan untuk memperkaya diri, melainkan untuk membeli pupuk bagi para petani.
“Jadi, kita fasilitasi saja. Sebab dari evaluasi orang barat tahun lalu, ternyata ada produksi yang menurun karena mereka tidak pakai pupuk. Jadi, kali ini kita potong untuk beli pupuk dan dalam satu atau dua hari kedepan pupuknya sudah ada dan akan diantar sendiri oleh Pak Gani (Abdulgani Pabanjo-red),” kata Latuwael.
Lebih lanjut, Latuwael menjelaskan bahwa pupuk yang akan dibeli dalam bentuk tablet itu terdiri dari Custombio 3 tablet dengan harga per tablet sebesar Rp. 75.000, Super Compos 1 tablet dengan harga per tablet sebesar Rp. 45.000, Maxgrow 1 tablet dengan harga per tablet sebesar Rp. 45.000, Insectisida organic 1 tablet dengan harga per tablet sebesar Rp. 45.000.
“Jadi, pemotongan untuk beli pupuk ini satu orang Rp. 330.000 dan satu kelompok itu Rp. 4.950.000 dan itu untuk beli pupuk dan bukan untuk memperkaya diri kami. Jujur, itu untuk beli pupuk,” ungkap Latuwael.
Jadi, lanjutnya, tidak ada skenario pungutan liar yang dipraktekkan pihaknya, termasuk tidak ada keterlibatan Kepala Bidang Ketahanan Pangan yang juga koordinator SOLID Kabupaten Bursel Abubakar Mayor dan Asisten Monitoring dan Evaluasi Sukri Saha untuk memperkaya diri.
“Jadi, tidak ada keterlibatan Pak Mayor untuk memperkaya diri. Sekali lagi, kami sampaikan bahwa itu untuk beli pupuk,” ucap Latuwael lagi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Saha, bahkan Saha memastikan bahwa dalam waktu dekat pupuk tersebut pun telah tiba di Namrole dan akan dibagikan kepada para petani.
“Kalau tidak ada kendala, mungkin pupuknya sudah ada di Namrole hari Minggu (21/2) dan akan segera dibagikan kepada para petani,” kata Saha.
Bahkan, Saha pun mengaku bahwa hingga saat ini, baru 100 kelompok pada 10 desa di Kecamatan Namrole dan Waesama yang telah melakukan pencairan dana itu. Sedangkan untuk tiga Desa di Kecamatan Leksula, yakni Desa Leksula, Ewiri dan Waeturen belum melakukan pencairan.
Sebelumnya diberitakan, diduga, sejumlah oknum di Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Buru Selatan (Bursel) telah terlibat aksi penyunatan dana SOLID ratusan juta rupiah dari 130 kelompok pertanian di Kabupaten Bursel.
Oknum-oknum yang diduga terlibat tersebut antara lain Kepala Bidang Ketahanan Pangan yang juga koordinator SOLID Kabupaten Bursel Abubakar Mayor, Asisten Monitoring dan Evaluasi Sukri Saha dan Asisten Gender Eny Latuwael.
Ketiga oknum ini diduga telah memperkaya diri secara bersama-sama dengan mengharuskan semua kelompok untuk menyetor dana sebesar Rp. 5.400.000 per kelompok pasca mencairkan anggaran bantuan bagi 130 kelompok pertanian yang tersebar pada tiga Kecamatan di wilayah Kabupaten Bursel.
“Kelompok kami telah mencairkan anggaran bantuan bagi kelompok pertanian sebesar Rp. 27 juta per kelompok. Tetapi, setelah dicairkan pada pertengahan bulan Februari 2016 ini, kami pun diwajibkan untuk menyetor dana sebesar Rp. 5.400.000 per kelompok,” kata salah satu Ketua Kelompok Pertanian di Namrole yang enggan namanya dikorankan kepada Suara Buru Selatan, Kamis (18/2).
Menurut sumber ini, uang-uang tersebut disetorkan langsung kepada Latuwael di rumahnya berdasarka permintaan Latuwael dan Saha yang diduga dilakukan ats perintah Mayor.
“Kami setorkan di rumah sesuai permintaan mereka. Katanya, jangan di kantor, sebab nanti ada banyak urusan administrasi yang harus diurus sehingga kami antar langsung di rumah mereka di Desa Waenono,” terangnya.
Dikatakannya lagi, bahwa alasan dari pihak Latuwael dan Saha, pemotongan tersebut untuk biaya administrasi sebesar Rp. 500.000 dan biaya pembelian obat atau pupuk tablet di Jakarta sebesar Rp. 4.900.000.
“Ada yang ganjal dengan pemotongan ini, sebab lebih besar dari Tahun lalu yang hanya dikenakan Rp. 1 juta per kelompok untuk biaya administrasi. Itu pun berdasarkan kerelahan kami untuk memberi,” terangnya.
Di tempat yang sama, salah satu ketua kelompok pertanian lainnya pun mengaku bahwa pemotongan tersebut pun berlaku sama terhadap pihaknya, bahkan diduga kuat berlaku terhadap 130 kelompok pada 13 Desa di Kecamatan Namrole, Leksula dan Kecamatan Waesama.
“Bukan hanya kami di Namrole saja yang dikenakan pemotongan, tetapi rekan-rekan kelompok lain di Waesama dan Leksula yang datang mencairkan uang tersebut di Bank pun mengaku bahwa mereka juga menyetor jumlah yang sama,” paparnya.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa kelompok pertanian yang mendapatkan dana bantuan kelompok pertanian itu tersebar pada 13 Desa, baik di Kecamatan Namrole yang terdiri dari Desa Labuang, Desa Namrinat, Desa Oki Lama, Desa Oki Baru dan Desa Leku. Sedangkan di Kecamatan Leksula yang tersebar di Desa Leksula, Desa Ewiri dan Desa Waeturen. Sedangkan sisanya itu di Kecamatan Waesama.
“Saya lupa nama-nama Desa di Kecamatan Waesama. Tapi terbanyak itu di Kecamatan Waesama. Dimana, pada setiap desa itu ada 10 kelompok sehingga kalau 13 desa, berarti ada 130 desa,” terangnya.
Lanjutnya lagi, jika oknum-oknum ini telah memberlakukan pemotongan dengan nilai yang sama pada semua kelompok, maka dipastikan mereka telah meraup keuntungan untuk memperkaya diri dengan dana sebesar Rp. 702 juta. Sebab, pada setiap desa, diduga oknum-oknum ini telah melakukan pemotongan sebesar Rp. 54 juta.
“Ya kita bisa jumlahkan saja, kalau 1 kelompok dikenakan pemotongan sebesar Rp. 5.400.000, maka 1 desa telah dikenakan pemotongan sebesar Rp. 54 juta dan 130 Desa telah dikenakan pemotongan sebesar Rp. 702 juta. Wah, sungguh nilai yang fantastis jika dibagi untuk tiga orang untuk memperkaya diri mereka. Sebab, kami yakin bahwa pemotongan ini bukan atas inisiatif Latuwael dan Saha saja, tetapi pastinya ada arahan langsung dari Pak Mayor,” ujarnya.
Terkait itu, kelompok-kelompok pertanian ini pun meminta agar pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan pihak Polda Maluku segera mengusut kasus ini.

“Praktek-praktek korupsi seperti ini harusnya tak dibiarkan bertumbuh subur di Kabupaten Bursel dan dibiarkan begitu saja oleh penegak hukum, baik itu Kejati Maluku maupun Polda Maluku. Kami minta agar kasus ini segera diusut tuntas,” pinta mereka. (SBS-01)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

أحدث أقدم