Namrole, SBS
Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil (Kadisdukcapil) Kabupaten Buru Selatan (Bursel) Ruslan
Makatita, melaksanakan pernikahan massal perdana untuk 130 pasangan Komunitas
Adat Terpencil (KAT), yang dipusatkan di
Kantor Camat Waesama.
130 pasangan KAT yang mengikuti
nikah massal itu berasal dari lima dusun di Kecamatan Waesama, yakni Dusun
Kabuti, Dusun Kusu-Kusu, Dusun Mangga Dua, Dusun Wasalahi dan Dusun Leahoni.
Kegiatan yang dilakukan untuk
pertama kalinya ini diselenggarakan melalui Proyek Perubahan (Proper), yang
dipromotori oleh Makatita sebagai bentuk kepedulian terhadap percepatan
penyelesaian dokumen administrasi kependudukan di Fuka Bipolo.
Pernihakan yang berlangsung dalam
kesederhanaan tersebut, disaksikan langsung Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten
Bursel Ayub Seleky, Asisten II Setda Bursel Ais Lesnussa, Camat Waesama Ahmad
Wael, Danramil Wamsisi Kapten Inf. Milton Simamora dan Kasat Satpol PP
Kabupaten Bursel Asnawy Gay.
Wabup mengaku sebagai anak daerah
dirinya bangga karena kegiatan pernikahan masal untuk KAT tersebut bisa
dilaksanakan.
“Bagi saya selaku anak daerah asli
Pulau Buru, ini suatu kebanggaan besar. Saya mengapresiasi benar apa yang
dilakukan pak Camat Waesama dan Pak Kadis Dukcapil sehingga saudara-saudara
saya pada hari ini telah dapat ditetapkan dan disahkan menurut Undang-Undang
perkawinan sebagai keluarga yang sah,” kata Seleky kepada wartawan, Kamis
(10/11) seusai menyaksikan pernikahan masal.
Selaku anak daerah, dirinya
berharap apa yang dilaksanakan hari ini dapat dilaksanakan pada waktu-waktu
mendatang, sehingga semua masyarakat KAT bisa mendapatkan hak mereka dari
negara.
“Saya kira ini nanti kedepan akan
ditingkatkan, sehingga kedepan orang-orang Buru yang berada pada KAT bisa
terakomodir dan dihimpun dalam hak-hak dan kewajiban mereka, sesuai dengan apa
yang harus mereka dapatkan,” tutur Seleky.
Orang nomor dua di Fuka Bipolo ini
mengaku akan melakukan inventarisasi kepada daerah yang belum dilakukan
perkawinan seperti ini, untuk kemudian akan dilakukan perkawinan serupa melalui
dinas/badan yang berkompeten dalam bidang itu.
Menurutnya, dengan dilakukannya
proses pernikahan massal tersebut sebagai bukti bahwa masyarakat di KAT bukan
lagi merupakan orang-orang tertinggal.
“Kedepan kami ingin menunjukkan
bahwa kami bukan orang-orang tertinggal, orang-orang terbelakang, tetapi orang
Buru adalah orang yang bisa hidup di tengah-tengah masyarakat bersama-sama
dengan ketentuan yang diberlakukan bagi setiap warga negara,” ujar mantan
Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan dan Pelatihan (BKD dan Diklat)
Bursel itu.
Seleky menyebut bahwa orang Buru
kini telah berada pada posisi penting. “Untuk itu, sebagai pejabat di daerah
ini, bila kami mengabaikan hal ini, maka ini menjadi dosa besar bagi kami anak
daerah,” kata Seleky.
Sementara dalam arahan pernikahan
yang disampaikannya, Seleky menuturkan bahwa dengan telah dilangsungkan
pernihakan masal ini, maka semua pasangan KAT yang telah dinikahkan telah resmi
sebagai warga negara yang berhak mendapatkan hak dan kewajibannya.
“Bapak/ibu saudara sekalian, adik
kakak semua di sore hari ini. Saya pastikan hari ini negara menerima, mengakui
saudara sekalian sebagai warga negara dan berhak menerima hak-hak sebagai warga
negara,” tutur Seleky.
Seleky mengaku terkejut dengan pernikahan yang dilangsungkan hari ini, sebab ini merupakan pernihakan di kalangan orang adat. Sebab, masyarakat adat hidup di daerah terbelakang dengan berbagai macam kekurangan, kebodohan, dan kental dengan adat istiadat. Hal ini membuat, seolah-oleh negara melupakan kita. Padahal KAT selama ini tidak pernah memberontak terhadap negara, melainkan mereka hidup dalam kerukunan bersaudara dan mendukung negara dengan seluruh aturannya.
“Dari KAT ini telah muncul para
pemimpin di Fuka Bipolo. Dari Noro pito (tujuh suku) yang tersebar di Pulau
Buru ada yang menjadi Camat, Kepala Dinas, anggota Dewan dan ada yang menjadi
Wakil Bupati. Masyarakat adat ini di Buru banyak yang sudah pintar,” kata
Seleky.
Dirinya mengingatkan bahwa hari ini
negara telah melegalisasikan KAT sebagai warga negara. Jadi bagi keluarga yang
istrinya dua, harus membuat Kartu Keluarga dan memasukan semua anggota
keluarganya tersebut.
“Kalau saya orang Kristen tidak
bisa kawin lebih dari satu, tetapi saya orang Buru bisa kawin lebih dari satu,”
ujar Wabup.
Wabup juga meminta Camat, Kepala
Desa agar menghapus stigma sebutan orang belakang bagi masyarakat KAT.
“Karena orang-orang belakang ini
sudah menjadi orang-orang terdepan dalam bagian negara ini. Hari ini Tuhan Yang
Maha Esa dan datuk-datuk negeri ini memelihara kita untuk menjadi negeri yang
maju kedepan,” tutur Master Hukum ini.
Selaku orang Buru, Seleky mengaku
malu bahwa pernikahan yang dilangsungkan saat ini tidak dalam kemeriahan,
tetapi penuh dengan kesederhanaan.
“Hal ini menandakan bahwa kita
mampu menerima norma-norma yang dituntut oleh negara,” kata Wabup dua periode
ini.
Pada kesempatan itu, Wabup turut
menyerahkan akta nikah secara simbolis kepada perwakilan pasangan yang
dinikahkan dan kemudian staf Disdukcapil pun melanjutkan pembagian akta nikah
kepada semua pasangan yang dinikahkan. (SBS-03)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!