Close
Close

Ayo Bongkar Lagi Dosa RAMA, Hasan & Lutfy di Skandal Korupsi Gor Buru

Namrole, SB  
Lama tak terdengar, kasus dugaan korupsi proyek GOR di Kabupaten Buru ternyata diduga menyimpan dosa Calon Bupati Buru Ramly Umasugi dan Wakilnya Amostofa Besan (RAMA) serta kakak kandung Ramly yakni Hasan Umasugi maupun Juru Bicara RAMA Lutfy Assagaff.

Berdasarkan informasi yang berhasil di himpun Suara Buru Selatan dari sumber terpercaya yang enggan namanya diberitakan, Reskrimus Polda Maluku yang kalah itu dibawa kendali Kombes Pol. Sulistiono menugaskan sejumlah penyidik andalannya berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP. Lidik / 14 / III / 2012 / Ditreskrimsus tanggal 22 Maret 2012 dan Surat  Perintah Tugas Nomor  : Springgas / 337 / III / 2012 / Ditreskrim tanggal 22 Maret 2012 untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus korupsi proyek yang dianggarkan dalam APBN Tahun 2010 sebesar Rp. 2 milyar itu.

Sejumlah penyidik seperti Ipda J. Malawat dan Ipda Bartje Laratmase pun diterjunkan ke Namlea untuk mengusut kasus ini. Tak ketinggalan Amostofa Besan pun ikut dalam rombongan penyidik yang diutus khusus untuk membongkar borok Ramly Cs ketika itu.

Awal-awal, jajaran Reskrimsus Polda Maluku sangat getol dan bersemangat untuk membongkar aib para pelaku korup yang telah memperkaya diri dan kelompok serta merugikan negara ratusan juta rupiah melalui proyek tersebut.

Bahkan, sejumlah pihak pun telah diperiksa sebagai saksi, yakni Sekretaris Sesmenpora Wafid Muharam, Direktur PT. Mitra Bupolo Mandiri Lutfi Assagaff dan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Kabupaten Buru Ahmad Padang maupun sejumlah pihak lain, yakni Ahmad Tankota, Abdul Rahman Rumagia, Mahmud Hentihu, Dedy Kusdinar, Muhaimin, Syamsul Komar, Padlillah Mursyid dan Purwanto.

Hasilnya, diketahui kebijakan Ahmad Padang selaku Ketua Komite pembangunan GOR Buru menunjuk Lutfi Assagaf sebagai kontraktor pelaksana untuk melakukan pekerjaan proyek tersebut tidak melalui proses lelang/tender dan bertentangan dengan Kepres 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang/jasa.

Selain itu, Ketua Komite pembangunan GOR Buru tidak mentaati perjanjian kerjasama dengan Kemenpora yang memberi Pedoman dan Juknis sesuai Buku pedoman Asdep Prasarana dan Sarana Olahraga Deputi Pemberdayaan Olahraga Kemenpora tentang pemberian bantuan sarana prasarana dan Surat Keputusan bersama menteri PU dan Kemenpora tentang tatacara perencanaan teknik bangunan gedung olahraga Nomor : 483/KPTS/1991 dan Nomor : 066/Menpora/1991.

Selanjutnya, Ketua Komite telah menyalahgunakan kewenangannya dengan memerintahkan Bendahara Komite, yakni Abdul Rahman Rumagia untuk melakukan pencairan dana tanpa ada laporan kemajuan pekerjaan / progres pekerjaan dan syarat-syarat lain dalam hal pencairan dana proyek pembangunan GOR Buru pada saat pencairan dana tahap ke 2 yaitu 10 % setelah pencairan tahap I yaitu 30 %.     

Diduga telah terjadi tindak pidana korupsi karena pekerjaa fisik proyek pembangunan GOR Buru baru mencapai 28 % atau senilai Rp.526.400.000. Namun, dana yang telah dicairkan 42 % senilai Rp. 830.000.000. Disini penyidik menemukan adanya kerugian Negara senilai Rp. 303.600.000.

Sedangkan waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai perjanjian kerjasama antara Kemenpora dengan Ketua Komite pembangunan GOR Buru telah berakhir tanggal 31 Desember 2010.

Selanjutnya juga  dalam Proyek Pembangunan GOR Buru Tahun 2011 terdapat  anggaran untuk jasa Perencana dalam DPA SKPD Dinas PK Kabupaten Buru Tahun Aanggaran 2007 sebanyak  Rp.250.000.000.- dan dianggarkan pula oleh Ketua Komite pada dana bantuan  proyek pembanguan GOR Buru Tahun Anggaran 2010 pada DIPA Kemenpora sebanyak Rp.60.000.000.

Dengan adanya hasil penyelidikan, maka penyidik berkesimpulan bahwa proyek pembangunan GOR Buru dapat ditingkatkan statusnya dari penyelidikan kepada penyidikan. 

Selanjutnya, Ahmad dan Lutfy pun ditetapkan sebagai calon tersangka karena dianggab paling bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi itu.

Hanya saja, setelah Kombes Pol. Sulistiono berkoar-koar hebat atas prestasinya dalam mengusut kasus ini hingga mengantongi dua calon tersangka tersebut, kasus ini pun kemudian meredup dan mandek di meja Sulistiono hingga dirinya dimutasi sesuai Surat Telegram Rahasia Kapolri Nomor ST/735/IV/2015 dan TR Nomor: ST/736/IV/2015 tanggal 06 April 2015 lalu dan diganti oleh Kombes Pol. Budi Wibowo, ternyata taka da kemajuan dalam penanganan kasus ini.

Diduga, ada praktek ‘86’ yang melibatkan pihak-pihak terkait dalam kasus ini dengan pihak Reskrimsus Polda Maluku. Sebab, sangat aneh ketika kasus ini sudah naik kelas dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan dan telah dikantongi calon tersangka, tiba-tiba didiamkan bertahun-tahun oleh Reskrimsus Polda Maluku.

Lebih anehnya lagi, sepanjang penanganan kasus ini, Ramly Umasugi maupun kakaknya Hasan Umasugi tidak pernah tersentuh hukum sedikit pun. Jangankan diperiksa sebagai saksi, Sulistiono kalah itu pun seakan merasa haram menyebut nama Ramly dan Hasan.

Padahal, Ramly dan Hasan memiliki peran yang sangat penting dalam skandal dugaan korupsi proyek GOR Buru ini. Sebab, pada tanggal 8 Agusus 2010 lalu Ramly yang ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Bupati Buru bersama Lutfy Assagaf turut melobi anggaran proyek itu dengan menemui langsung Dedy sejumlah pihak di Kantor Sesmenpora, yakni Kusnidar dan Wafid Muharam sambil membawa proposal yang berisi surat keterangan hibah tanah palsu 40.000 meter yang di tanda tangani oleh Hasan Umasugi, kakak Ramly.

Bahkan, dalam upaya lobi itu pun diketahui ada uang ratusan juta yang diberikan oleh Lutfy ke staf Sesmenpora. Entah itu uang pribadi yang di pakai untuk melakukan sogokan atau gratifikasi proyek tersebut, tetapi yang pasti Ramly pun mengetahuinya.

Sedangkan, Hasan ditugaskan khusus untuk membuat surat hibah tanah palsu yang akan menjadi lokasi pembangunan proyek GOR Buru tersebut. Dimana, saat itu, Hasan pun berhasil membuat surat hibah palsu tersebut. Padahal, lahan yang dihibahkan itu, bukanlah milik Hasan melainkan milik keluarga Wamnebo.

Sementara itu, peran Ramly tak hanya untuk melobi bersama Lutfy saja. Tetapi ketika anggaran proyek tersebut turun, Ramly dengan perannya sebagai Wakil Bupati pun langsung memerintahkan Ahmad Padang selaku Ketua Komite untuk melakukan penunjukkan langsung kepada perusahaan milik Lutfy guna menangani proyek tersebut tanpa tender, kendati hal itu sangat bertentangan dengan Kepres 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang/jasa.

Termasuk kepada perintah Ahmad kepada Bendahara Komite untuk melakukan pencairan anggaran tidak sesuai fakta fisik di lapangan pun diduga kuat atas perintah langsung Ramlly kepada Ahmad yang diteruskan ke Bendahara Komite.

Hanya saja, kasus tersebut kini seakan ditelan bumi dan diduga kuat ada peran Amostofa Besan dalam melindungi Ramly maupun Hasan. Sebab, jika Lutfy atau Ahmad sampai menjadi tersangka dan kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan bahkan harus disidangkan di pengadilan, ditakutkan nama Ramly dan Hasan akan mencuat dan di bongkar oleh Lutfy maupun Ahmad sehingga dengan cara liar, diduga kuat Amostofa alias Amos yang semula ditugaskan bersama sejumlah penyidik Reskrimus untuk mengusut kasus ini pun kemudian mempraktekkan cara liar untuk melindungi pihak-pihak terkait dalam kasus ini dan menjadikannya kasus korupsi ini sebagai mas kawin yang ampuh untuk melamar Ramly guna dikawinkan secara paksa dengan dirinya dalam Pilkada Kabupaten Buru.

Merujuk fakta perkembangan kasus ini, bukan berarti kasusnya tak bisa dibongkar kembali oleh Direktur Reskrimsus Polda Maluku Kombes Polisi Budi Wibowo dan jajarannya atas perintah langsung dari Kapolda Maluku, Brigjen Pol. Ilham Salahudin jika mereka memiliki niat baik untuk memerangi berbagai skandal korupsi di Maluku, maupun di Kabupaten Buru secara khusus. 

“Kami mendesak agar Kapolda Maluku, Brigjen Pol. Ilham Salahudin memerintahkan anak buahnya di jajaran Reskrimsus Polda Maluku untuk segera membongkar dan membuka kembali kasus GOR Buru ini serta mengusutnya hingga tuntas,” kata Sekretaris Partisipasi Kristen Indonesia (Parkondo) Maluku, Steve Palyama kepada Suara Buru Selatan, Sabtu (12/11).

Menurut Palyama, ada banyak sekali kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Utamanya, ketika kasus ini sudah dinaikan ke tahap penyidikan dan sudah ada calon tersangka, tetapi kemudian tak ada kabar lanjutan dari kasus ini.

“Lebih anehnya lagi, nama Ramly dan Hasan yang sebenarnya diduga punya andil besar dalam skandal korupsi berjamaah ini pun tak tersentuh hukum. Ada apa dibalik ini, apa mungkin ada praktek ‘86’ ya,” tanya Palyama.

Olehnya itu, agar tidak memunculkan persepsi buruk atau negatif publik terhadap kinerja jajaran Polda Maluku secara umum maupun jajaran Reskrimus Polda Maluku secara khusus, maka sudah sepatutnya kasus ini dibongkar dan diusut hingga tuntas sehingga pihak-pihak yang berlaku korup selama ini bisa dijerat sesuai hukum yang berlaku.


“Jangan biarkan mereka yang diduga telah melakukan perbuatan korup sebagaimana hasil penyelidikan dibiarkan bebas tanpa ada jeratan hokum. Apalagi, informasi yang kami dapatkan bahwa proyek bermasalah itu baru selesai pertengahan Tahun 2016 ini,” pungkasnya. (SBS-01)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

أحدث أقدم