PLN anak Ranting
Waeapo (Mako) diduga kuat menipu 1.000 lebih pelanggan dengan mengutip
rata-rata Rp.3,5 juta untuk lampu listrik berbinar di rumah tanpa meteran.
Setelah kasus
ini terbongkar, para pelanggan PLN ini kembali menjadi obyek penderita dan
dipaksa membayar Rp.700 ribu s/d Rp.1,45 juta agar aliran listrik tak diputus
dari rumah-rumah mereka.
Kepala PLN
Namlea, Wahyu Saputra yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya Senin
(11/9), tak menyangkal adanya aksi penipuan itu.
Namun semua
kesalahan itu ia tumpuk di pundak Kepala PLN Anak Ranting Waeapo, M. Iqbal
Setiyono.
Ia beralasan
kalau Iqbal yang harus bertanggungjawab atas penipuan tersebut.Karena secara
resmi mereka ini tak terdaftar sebagai pelanggan PLN.
Saat wartawan
hendak merekam penjelasannya, Wahyu Saputra
berkeberatan. Ia tak mau apa yang diomongkannya itu direkam, kendati
sudah diberi penjelasan agar jangan salah kutip.
Data yang
dikumpulkan dari pelanggan PLN di lapangan terungkap, kalau tanggal 8 Agustus
lalu, petugas PLN dari kantor Namlea telah mendatangi rumah-rumah mereka untuk
memutus aliran listrik.
Mereka
disalahkan oleh Kepala PLN Namlea, Agus Saputra, dengan alasan telah menyambung
aliran listrik secara ilegal.
Walau telah
memperlihatkan bukti tanda bayar sampai Rp.3,5 juta. Petugas berkeras kalau
sambungannya tetap ilegal, sebab aliran yang tersambung hanya menggunakan MCB
dan tanpa meteran.
Padahal
penyambungan itu bukan atas mau pelanggan atau dilakukan oleh sendiri,
melainkan resmi dilakukan oleh petugas PLN.
"Kami kena tipu sudah menghabiskan biaya Rp.3 juta.
Tapi kini dipaksa bayar lagi Rp.700 ribu," keluhkan seorang pelanggan di
Kecamatan Lolong Quba.
Beberapa
pelanggan yang dihubungi terpisah mengaku ditakut-takuti dengan kewajiban
membayar denda. Kemudian ditawari solusi
oleh Kepala PLN Namlea agar membayar tarif denda terendah Rp.1,45 juta per
rumah.
"Sekarang
rumah-rumah keluarga kami telah dipasangi meteran pra bayar. Tapi harus bayar
tambahan biaya tadi," tutur Islan Besan.
Sedangkan kepala
PLN Namlea yang ditanya wartawan perihal keluhan warga itu, ia beralasan bahwa
mereka baru menjadi calon pelanggan. Belum resmi menjadi pelanggan PLN.
Alasannya, duit
yang dibayarkan oleh para korban ini tidak pernah sampai di kantong PLN. Ia
tetap menyalahkan Igbal yang harus mempertanggungjawabkan uang pelanggan itu.
Wahyu sesumbar
sudah mempengaruhi para korban ini untuk melapor ke polisi. Tapi hanya beberapa saja yang melapor.
"Iqbal
sudah jadi tersangka dan dikenakan wajib lapor di Polres Buru " sesumbar
Wahyu.
Ketika ditanya,
kenapa harus warga yang melapor, dan bukan dirinya sebagai pimpinan PLN di
Kabupaten Buru yang melaporkannya ke polisi?, Wahyu Saputra berdalih belum ada
petunjuk dari Pimpinan di Ambon.
Tapi ia berjanji
suatu waktu akan tetap melaporkan Iqbal, bila yang bersangkutan tidak dapat
mengganti kerugian yang diderita PLN.
Wahyu hanya
menghitung kerugian Rp.1,5 milyar dari aliran yang telah terpakai secara ilegal
itu. Katanya lagi, kerugian itu akan ditutupi Iqbal dan orang tuanya.
Ia tak mau tahu
soal biaya penyambungan dari calon pelanggan yang tak masuk ke kas PLN. Dan
tetap meminta agar pelanggan melaporkan
Iqbal ke polisi.
Ditanya lebih
jauh, Wahyu Saputra menjelaskan, sambungan ilegal ini ada yang sudah
berlangsung sampai dua tahun.
Para pelanggan
itu berasal dari desa-desa pada Kecamatan Waeapo, Lolong Quba, Waelata, dan
Teluk Kayeli. Jumlahnya juga bukan 1000 lebih pelanggan, melainkan hanya 900 .
Dari 900
pelanggan itu, pihaknya sudah memasang 700 meter di rumah-rumah setelah
membayar Rp.1,45 juta.
Itu bukan untuk
biaya penyambungan baru. Melainkan biaya Tagihan Susulan (TS) akibat menikmati
aliran listrik tanpa meteran. (SBS-10)
إرسال تعليق
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!