(Ilustrasi) |
Namlea, SBS
Baru bertugas
beberapa bulan di Polres Pulau Buru (PB), AKBP Adityanto Budhi Satrio bersama
bawahannya berhasil membongkar dugaan praktek korupsi di Panwaslu Kabupaten
Buru yang merugikan negara sebesar satu milyar lebih.
Kapolres Pulau
Buru AKBP Adithyanto Budhi Satrio SH SIK, melalui Kasat Reskrim, AKP M. Riyan
Citra Yudha SH kepada wartawan di Namlea, Kamis (12/4) mengungkapkan, dalam
beberapa bulan terakhir ini, pihaknya sudah melakukan penyelidikan dengan
mengumpulkan bukti-bukti dugaan korupsi Rp.1 milyar lebih di Kantor Panwaslu
Buru.
Selama dalam
penyelidikan yang dilakukan secara diam-diam dan sepi dari pemberitaan pers,
pihaknya juga sudah memanggil dan memeriksa 40 orang saksi.
Para saksi itu
termasuk tiga mantan Komisioner Panwaslu Buru di pilkada lalu, masing-masing
Mustofa Latuconsina (Mus), Hasia Fatsey(Cia) dan Fathi Haris Thalib (Adi).
Selain mereka
bertiga turut diperiksa mantan sekertaris dan mantan bendahara Panwaslu,
Abdullah Hiku dan Cundy Azis. Sejumlah anggota panwascam juga ikut dimintai
keterangan.
Dari hasil
pemeriksaan awal dan pengumpulan bukti-bukti, maka Polres Pulau Buru telah
melakukan gelar perkara pada hari Rabu lalu (11/4). Hasilnya, kasus ini telah
ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Menurut Ryan
dalam gelar perkara itu, penyidik memaparkan dugaan penyalahgunaan anggaran
yang dilakukan oleh Panwaslu Buru dengan dana hibah dari APBD II sebesar Rp.6
milyar.
Dana hibah
sebesar Rp.6 milyar ini dianggarkan dalam APBD murni tahun anggaran 2016 hanya
sebesar Rp.450 juta, lalu diakomodir lagi di APBD Perobahan tahun anggaran 2016
sebesar Rp. 2,55 milyar. Dan di APBD murni tahun 2017 sebesar Rp.3 milyar.
Menurut Riyan,
pada saat gelar perkara tersebut, ada pemaparan, ada pertimbangan, ada
masukan-masukan. Kemudian disimpulkan bahwa kasusnya bisa dinaikkan ke tingkat
penyidikan.
Setelah naik
status, langkah selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan dan pemanggilan terhadap
para saksi, temasuk pula tiga mantan komisioner, mantan sekertaris dan mantan
bendahara.
Selain itu,
Polres Pulau Buru juga akan berkoordinasi dengan Kantor BPKP Maluku. instansi
pemeriksa ini akan diminta untuk melakukan audit guna memastikan angka riil
kerugian negara di kasus ini.
"Saat ini
kita baru hitungan kasar, maka kita akan koordinasi dengan BPKP untuk angka
kerugiannya.Untuk sementara ini kita menghitung ada kerugian Rp.1 milyar lebih.
Nanti saat koordinasi dengan BPKP, itu bisa saja berkurang atau bertambah. Kita
belum tahu, karena BPKP yang nanti menghitung angka pasti
kerugiannya,"papar Ryan.
Sementara itu
satu sumber mengungkapkan, praktek korupsi yang terjadi di Kantor Panwaslu saat
pilkada Buru lalu dilakukan secara sistimatik.
Konon nilai
hibah diplot sampai Rp.6 milyar itu bertujuan untuk menyenangi tiga komisioner
dan kroni-kroninya. Karena itu, saat pilkada selesai, masih ada tersisa
anggaran tidak terpakai mencapai Rp.1 milyar lebih.
Untuk mengagahi
anggaran sisa itu, konon Ketua Panwaslu Mus Latuconsina menyetujui dibuat
laporan fiktif. Kemudian laporan itu disusun di salah satu hotel di Ambon.
Bahkan ada pegawai dari Staf Sekwan DPRD Bursel, turut dibawa guna dimintai pendapat dan
bantuan menyusun laporan.
Setelah itu,
konon dananya dibagi-bagikan dan mengalir ke kantong oknum tertentu.
"Mantan bendahara yang tahu uang itu mengalir ke kantong siapa. Saat
penyidik selesai memeriksa Mus Latuconsina dan memanggil lagi Cundy Azis guna
mengkonfrontir dengan penjelasan Mus, dia sudah tidak mau datang. Mungkin ada
yang mengajarnya,"beber sumber ini.
Sumber ini
sangat menyayangkan sikap Cundy yang kurang kooperatif, karena sangat tidak
menguntungkan dirinya."Kini sudah naik ke penyidikan, bila dipanggil lagi
tidak mau datang, maka polisi sudah bisa melakukan upaya paksa. Bila perlu
menahan saksi yang mempersulit penyidikan,"tanggap sumber ini.
Sementara itu
Ryan kepada wartawan lebih jauh mengungkapkan, kalau penyidik menemukan bukti
ada terjadi mark-up yang merugikan negara sampai Rp.1 milyar lebih itu.Hal itu
ditemui saat diperiksa dokumen dan dilakukan cros chek di lapangan serta
periksa 40 saksi.
Mark-up terbesar
yang bernilai ratusan juta ada di biaya sewa kendaraan roda empat dan biaya
perjalanan dinas.
Sedangkan di
biaya makan, alat tulis kantor dan lain sebagainya, nilai mark-upnya
masing-masing mencapai puluhan juta.
Ketika ditanya,
siapa saja yang akan ditetapkan sebagai tersangka, Ryan masih belum mau
membukanya, karena masih menunggu audit BPKP.
"Calon
tersangka kita belum menetapkan. Kita akan melihat kepastian nilai kerugian
negaranya saat selesai dihitung BPKP. Setelah itu kita langsung menetapkan
tersangkanya,"janji Ryan.
Ketika diminta
agar diberikan bocoran nama initialnya, Ryan masih belum mau
membukanya."Mohon maaf, saya belum bisa mengungkapnya karena saat
penyelidikan lalu kita masih memeriksa mereka sebagai saksi.Tiga komisioner
yang lama sudah diperiksa, termasuk sekertaris dan bendahara panwaslu saat
itu,"elaknya.
Walau belum
membuka nama tersangkanya, Ryan mengaku kalau Polres Pulau Buru sudah tahu
aliran dana ini mengalir kepada siapa saja. "Calon tersangkanya juga sudah
pasti ada, cuma kita belum tetapkan sebagai tersangka,"tandasnya.
Ryan
menambahkan, kalau dalam pemeriksaan nanti, sejumlah nama yang ada di kantor
Bawaslu Kabupaten Buru juga akan dimintai keterangan. Karena saat itu mereka
bertugas pula di Kantor Panwaslu Buru dan panwascam."Saksi yang akan
dimintai ketarangan ulang saat penyidikan ini,
kini ada yang bertugas di Bawaslu, lalu dari Panwaslu yang di tahun
anggaran 2016 dan 2017, dan dari panwascam juga kita periksa," janji Ryan.
(SBS-11)
Post a Comment
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!