Namrole, SBS
Solidaritas
Masyarakat Anti Hoax (SOMASI HOAX) Kabupaten Buru Selatan (Bursel) menggelar
aksi demo di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bursel),
Senin (29/10).
Pendemo yang
berjumlah kurang lebih 40 orang itu datang ke DPRD dengan mobil pickup bernomor
polisi DE 8715 AE dilengkapi pengeras suara dan juga membawa bendera merah
putih sekitar pukul 11.00 WIT.
Pendemo yang
mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian Polsek Namrole itu Pendemo mendapat
pengawalan dari aparat kepolisian Polsek Namrole itu turut membawa sejumlah
pamlet dalam aksinya.
Dimana,
Pamplet-Pamplet yang dibawa itu diantaranya bertuliskan "DPRD Bukan
Lembaga Peradilan” dan “Kami butuh Pelantikan" serta "Kami tidak
takut untuk menyampaikan aspirasi yang bersifat benar".
Dalam aksi demo
yang dipimpin langsung oleh Isrun Fatsey selaku Koordinator Lapangan itu,
mereka menuding ada niat dari DPRD mengadu domba sesama orang basudara di Desa
Kampung Baru, Kecamatan Ambalau dengan merekomendasikan kepada Pemda Bursel
dalam hal ini Panitia Pilkades Tingkat Kabupaten untuk melakukan penghitungan
ulang surat suara Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) pada desa tersebut.
Dalam aksi demo
itu SOMASI HOAX Kabupaten Bursel juga sangat menyayangkan bahwa seolah-olah
DPRD Bursel yang dipimpin Arkilaus Solissa telah memposisikan dirinya sebagai
lembaga peradilan dengan menggunakan kewenangannya secara sewenang-wenang
dengan merekomendasikan panitia pemilihan tingkat kabupaten untuk
melaksanakan penghitungan ulang surat
suara (pembukaan kotak surat suara) hasil pemilihan Kepala Desa Kampung Baru.
"Bahwa
langkah yang diambil oleh DPRD tersebut nyata-nyata cacat dan tidak
berdasar," teriak Isrun Fatsey diselah-selah orasinya.
Menurutnya, DPRD
seharusnya memposisikan diri sebagai lembaga rakyat dan tidak turut serta
terlibat dalam objek hukum administrasi perolehan suara Calon Kepala Desa.
"Tetapi
seharusnya tanggung jawab DPRD difokuskan pada fungsi anggaran, fungsi
legislasi dan fungsi pengawasan terhadap undang-undang dan peraturan daerah
yang mengatur tentang pemilihan Kepala Desa untuk perbaikan sistim
penyelenggara pemilihan Kepala Desa pada tahun-tahun mendatang," tuturnya.
Fatsey mengatakan
sangat menyedihkan langkah politik yang dilakukan DPRD tersebut tanpa mempertimbangkan
kepentingan hukum dan keamanan serta ketertiban masyarakat Desa Kampung Baru.
Dijelaskan bahwa
seolah-olah ada niat dari DPRD untuk mengadu domba sesama orang basudara yang
dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dari lembaga terhormat (DPRD-red) ini
dengan mendorong dilakukannya penghitungan ulang surat suara pemilihan.
Lanjutnya, agar
mengantisipasi timbulnya sengketa pasca pemilihan Kepala Desa, Perda 21 tahun
2015 telah menentukan mekanisme penyelesaiannya apabila timbul permasalahan
setelah dilaksanakan Pilkades yang tertuang dalam pasal 49 ayat 4, ayat 5, ayat
6, ayat 7.
"Semua
mekanisme dalam penyelesaian yang terjadi di dalam proses pemilihan Kepala Desa
sudah diatur dan tertuang dalam Perda 21 tahun 2018 pada pasal 49,"
paparnya.
Setelah
melakukan orasi kurang lebih 45 menit, pada pukul 11.45 WIT, para pendemo
kemudian diterima oleh Ketua DPRD Arkilaus Solissa dan sejumlah anggota DPRD di
ruang paripurna untuk mendengar keluhan pendemo.
Hasil dari
pertemuan tersebut di putuskan akan dilakukan pertemuan lanjutan yang akan
mempertemukan kedua kandidat maupun kandidat saksi dengan panitia tingkat
kabupaten.
Untuk kapan
pelaksanaan pertemuan lanjutan ini akan disampaikan DPRD kepada pihak-pihak terkait.
Sekedar diketahui,
Pilkades Kampung Baru yang berlangsung tanggal 1 Oktober 2018 lalu diikuti oleh
dua Calon Kepala Desa, yakni Calon Nomor Urut 1 atas nama Saleh Lesilawang dan
Calon Nomor Urut 2 atas nama Muhammad Cu Mahtelu. Dimana, dalam Pilkades itu
dimenangkan oleh Muhammad Cu Mahtelu. (SBS/02)
إرسال تعليق
Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!