Close
Close

Pimpinan Tertinggi Marga Latbual Minta PPK Bendungan Waeapo Diganti


Namrole, SBS 
Tokoh adat yang juga pimpinan tertinggi dari marga Latbual (Waelua), Aris Latbual meminta dengan tegas agar Balai Wilayah Sungai (BWS) segera mengevalusi dan menggantikan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jack T karena dinilai tidak profesional dan terkesan ingin merugikan masyarakat pemilik lahan.

Demikian disampiakan Latbual kepada wartawan di Namrole, Kamis (30/01/2020), dimana Latbual mengatakan pada pertemuan antara masyarakat adat, Danramil Mako, Kapolsel Mako dalam mengidentifikasi ulang masyarakat baik itu yang memiliki Ketel, maupun hasil tanamanan serta pemilik lahan telah sampaikan dengan tegas agar pihak BWS sesegara mungkin menggantikan Jack T sebagai PPK pada pembangunan Bendungan Waeapo.

“Dalam pertemuan kemarin yang melibatkan pemilik lahan termasuk beberapa  orang adat yang di dalammnya ada Kaksudin dan  Portelu Nurlatu (Kepala soa Nurlatu), disitu saya dengan tegas dihadapan pihak BWS, Danramil Mako, Kapolsek Mako dan masyarakat adat lainnya meminta sekaligus menegaskan agar pihak BWS harus mengevaluasi dan mengganti saudara Jack T yang notabene adalah PPK. Sebab, sepanjang PPK Jack T tidak di Evaluasi dan diganti oleh pimpinannya, maka sejengkal lahan milik masyarakat adat khususnya marga Latbual tidak akan pernah diijinkan untuk melakukan pekerjaan,” tegas Pimpinan tertinggi Marga Latbual (Waelua) Aris Latbual.

Kata Latbual, hal ini ditegaskan karena PPK (Jack T-red) dalam komunikasinya dengan masyarakat adat maupun pemilik lahan sama sekali tidak baik dan terkesan sangat tidak profesional.

“Ini karena komunikasinya yang buruk dan dalam komunikasinya tidak mengindakan pimpinan-pimpinan adat maupun masyarakat pemilik lahan,” paparnya.

Dirinya mengatakan, ini merupakan salah satu penyebab sehingga pekerjaan pembangunan bendungan Waeapo saat ini banyak diterpa masalah sili berganti dan hingga kini pun proses pemalangan lahan masih dilakukan oleh masyarakat adat khususnya untuk marga Latbual.

Lanjutnya, disamping komunikasi yang kurang bagus dari pihak BWS (PPK-red) dengan masyarakat pemilik lahan, dilain sisi tindak lanjut pembebasan lahan juga tidak selesai, maka secara tegas harapan dan pernyataan Matlea Waelua ini bahwa persoalan bukan hanya selesai di hak-hak saja tetapi ada persoalan lain dan ada kesepakatan-kesepakatan lain yang perlu diselesaikan sesuai kesepakatakan awal pada pertemuan awal.

“Pernyataan tegas untuk mengevaluasi PPK ini akan tetap dipertahankan untuk disampaikan dalam pertemuan kapanpun. dan pernyataan ini akan kami sampaikan dimana saja, bahwa kami dengan tegas minta BWS untuk mengevaluasi dan menggantikan PPK  saudara Jeck T,” tandasnya

“Disisi lain, ada juga kewajiban-kewajiban pihak pemerintah dalam hal ini BWS untuk memenuhi sekian butir kesepakatan yang telah disepakati pada pertemuan awal,” tambahnya.

Latbual juga menyentil dan menduga ada skenario dari pihak-piha tertentu untuk menggelabui hak-hak masyarakat adat, dimana hal itu dibuktikan dengan tiap kali akan melakukan pertemuan, nama-nama yang disodorkan untuk menghadiri pertemuan menjadi pertanyaan di kalangan pemilik lahan dan masyarakat adat dari mana nama-nama tersebut.

“Nama-nama tersebut mejadi pertanyaan bagi kami dan saat ini terjadi saling tuduh, karena ada yang konfirmasi ke Danramil, Danramil mengatakan nama-nama itu dari BWS, ditanya BWS, BWS sebut itu dari gubernur, ini kan lucu. Pihak gubernur mendapat nama-nama peserta untuk hadir rapat ini dari siapa sehingga diduga kuat ini ada skenario dari orang-orang tertentu untuk tidak menghadirkan masyarakat adat yang notabene memiliki hak wilayah di atas. Dalam hal ini harus diperuntukan untuk masyarakat yang memiliki hak sesungguhnya, masayarakat yang mewarisi hak adat di tempat pembangunan bendungan tersebut,” paparnya.

Dirinya juga menyampaikan bahwa, pada prinsipnya, sistem kepemilikan tanah atau lahan di pulau Buru berbasis marga dan tanah atau lahan milik suatu marga tidak bisa diatur oleh marga lain dalam bentuk apapun.

“Yang berikut, untuk diketahui, sistem kepemilikan tanah di Buru ini, berbasis marga, sehingga tanah marga si A atau si B tidak bisa diatur oleh orang yang marganya lain, sekalipun dia dalam kapasitasnya dan memegang jabatan strategis sebagai pemimpin adat pun tidak bisa mengatur lahan milik orang lain, apalagi marga lain karena lahan milik marga si A atau si B hanya bisa diatur oleh marga itu sendiri yang dikomandani oleh pimpinan marganya. Tidak bisa orang lain, siapapun dia, dan dalam jabatan apapun tidak bisa,” pungkasnya (SBS/02)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

أحدث أقدم