Close
Close

Ajadat : Lambang Kesultanan Ternate Di Kepala Madan Adalah Tipuan Belaka


Namrole, SBS 

Penggunaan simbol Kerajaan Ternate oleh salah satu paslon Kepala daerah di Kabupaten Bursel dalam berkampanye di Kecamatan Kepala Madan beberapa waktu lalu adalah tipuan belaka.


Hal ini dikatakan langsung oleh salah satu dewan penasehat Maluku Kie Raha, Ajadat Makasar dalam orasi politiknya di Desa Air ternate, Kecamatan Kepala Madan, Rabu (28/10/2020).


“Ingat semua saudara Maluku Utara, lambang  yang mereka bawa adalah tipuan belaka. Itu mereka ambil dari youtube dan mereka print tanpa ijin dari Sultan," ungkap Ajadat.


Dirinya sebagai salah satu Penasehat Maluku Kie Raha sangat menyesalkan tindakan dari orang-orang yang menggunakan lambang kebesaran Sultan Ternate untuk menipu dan membodohi masyarakat demi kepentingan pribadinya.


“Jadi katong semua yang berada dilingkaran besar keluarga Maluku Utara, keluarga besar Maluku Kie Raha jangan tertipu. Beta adalah salah satu dewan penasehat Maluku Kie Raha sangat menyesalkan tindakan itu karena lambang kebesaran Sultan Ternate dibawa untuk kepentingan politik orang tertentu. Mereka mengatakan AJAIB selalu berkampanye sukuisme padahal Hadji Ali tidak pernah membawa lambang Kesultanan Buton masuk di pulau Buru karena beliau mengerti dan paham,” teriak Ajadat.


Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Bursel ini menjelaskan, sejak dahulu saat Sultan Ternate mengustus orangnya ke tanah Bipolo tidak pernah membawa lambang kerajaan itu keluar dari keraton.

“Ketika Sultan perintahkan agar seluru raja menjaga kehormatan apakah Sultan pernah membawa lambang itu kesini, tidak pernah karena Sultan menghargai tanah Bipolo tercinta ini. Ingat tidak pernah, tapi ini kepentingan politik nau-nau,” paparnya.


“Beta berani bilang untuk katong samua di sini karena beta punya orang tua adalah Tokoh Utama Maluku Utara di negeri ini. Kalau Maluku Utara baku cinta kanapa Pak Uli Pawa dapat hantam dari mereka. Apakah Uli Pawa bukan orang Maluku Utara? Apakah orang Sula bukan Maluku Utara,” sambungnya.


Ajadat menegaskan, jika mereka paham dan mengerti ada putera Sula di tanah ini,  maka mereka akan mendorongnya untuk bersama-sama berkompetisi, namun nyatanya itu tidak terjadi malahan Pak Uli Pawa disapu bersih demi memenuhi nafsu politik mereka.


“Mereka sirsak rugi miliaran rupiah, ditengah jalan mereka salib semua partai politik untuk mensolimi kehormatannya, padahal dia salah satu putera Sula yang ada di negeri ini yang memperjuangankan hak dari anak negeri ini karena pernah menjadi Sekda, Pak Uli orang nomor satu dalam urusan administrasi pemerintahan di injak kehormatannya setelah itu baru datang dengan simbol Maluku Utara, kasiange,” ujarnya.


Ternyata, sambung Ajadat, mereka yang membawa simbol itu tidak paham benar apa yang mereka lakukan, bahkan hanya ikut-ikutan tanpa mengerti apa yang diperbuat. Apakah itu bertentangan dengan perjanjian sejarah ataukah tidak.


“Orang bawa simbol itu mereka pikir masyarakat disini bodoh, mereka  tak tau bahwa yang tinggal di Air tarnate ini adalah kapitan yang diutus oleh Sultan untuk menjaga pesisir pantai tanah bipolo. Anak-anak kapitang dapat bikin bodoh,  untuk itu mari bangkit, satukan tekat, jaga silahturahmi, wujudkan kemenangan nomor satu untuk perubahan Bursel yang lebih baik,” pungkasnya. (SBS/AL)

Beri Komentar Anda

Mohon berkomentar dengan attitude yang baik...
Dilarang menggunakan Anonymous !!!

أحدث أقدم